Presiden Prabowo resmi menunjuk dan melantik Muliaman D. Hadad sebagai Kepala Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara). Rencananya, badan ini akan mengelola dan mengkonsolidasikan aset negara yang tersebar di BUMN besar dan lembaga lainnya agar terkordinasi dan lebih terurus.
Nama Daya Anagata Nusantara yang diberikan Presiden Prabowo ini memiliki arti kekuatan masa depan Nusantara sebagai simbol semangat baru Indonesia dalam menghadapi tantangan global, menciptakan peluang baru, dan memajukan pembangunan ekonomi nasional menuju Indonesia Emas 2045. Rencananya Danantara akan mengelola 7 BUMN besar yaitu Bank Mandiri, BRI dan BNI (perbankan), Pertamina dan PLN (Energi), Telkom (telekomunikasi), Mind ID (pertambangan). Total aset yang dikelola BUMN tersebut sekitar 9.600 triliun rupiah.
Secara kelembagaan, sebenarnya Indonesia sudah memiliki Indonesia Investment Authority (INA) yang memiliki fungsi untuk mengelola dan mengembangkan aset negara. INA didirikan melalui Undang-Undang Cipta Kerja dan mendapat dukungan regulasi yang memungkinkan otonomi manajemen dan lain sebagainya. Lain halnya dengan Danantara yang masih menunggu payung hukum dan regulasi yang mengaturnya, dikarenakan lembaga ini baru dibentuk atas ide besar presiden Prabowo. Danantara akan bertanggung jawab dan berada langsung dibawah Presiden sedangkan INA bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan. Rencana kedepannya, INA akan melebur kedalam Danantara.
Yang menjadi pertanyaan besar adalah, mengapa Presiden Prabowo masih harus membuat Danantara sebagai holding BUMN, sementara sudah ada INA? bila dilihat dari visi besar Asta Cita yang dicetuskan Presiden Prabowo seperti membuka lapangan kerja, melanjutkan pengembangan infrastruktur, pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan tidak bisa hanya mengandalkan anggaran negara melalui APBN, namun juga memerlukan sumber-sumber lain yang dapat digunakan untuk mewujudkan visi besar tersebut, salah satunya dengan mengharapkan sumber dari hasil investasi dan pengelolaan aset negara (BUMN) yang dilakukan oleh Danantara.
Pengelolaan BUMN
Penerapan hands-on ownership dan hands-on management dalam pengelolaan BUMN memerlukan keseimbangan antara kontrol dan otonomi. Sebagai Holding BUMN, Danantara mendorong keterlibatan aktif pemegang saham (pemerintah) dalam pengawasan dan pemberian arah strategis, sementara tim manajemen BUMN diharapkan memiliki kapasitas profesional dan independen untuk menjalankan perusahaan secara efektif. Peran pemegang saham yang diwakili pemerintah dhi. Kementerian BUMN sebagai regulator dan peran Danantara sebagai eksekutor dilapangan wajib memiliki payung hukum yang mengatur hal tersebut. Oleh karenan itu perlu segera dilakukan revisi Undang-undang tentang BUMN untuk mengakomodasi keberadaan Danantara.
Tata kelola ini juga memastikan bahwa BUMN tetap berfokus pada pencapaian target nasional, menjaga nilai-nilai transparansi dan akuntabilitas, serta menghadirkan nilai tambah bagi masyarakat. Dengan demikian, sinergi antara hands-on ownership dan hands-on management yang tepat akan meningkatkan daya saing BUMN, sekaligus menjaga kepentingan publik yang diamanahkan negara pada perusahaan tersebut, karena konsep pengelolaan BUMN tidak hanya bertujuan komersial namun juga mempunyai kewajiban untuk melayani masyarakat (Public Service Obligation/PSO) seperti PLN dan Pertamina.
Badan Pengelola Investasi
Sebagai Pengelola Investasi, Danantara yang mempunya tagline “Untuk Indonesia Setara” ini mirip seperti Sovereign Wealth Fund (SWF), atau Dana Kekayaan Negara. SWF adalah dana investasi yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah suatu negara yang bertujuan untuk mengelola kekayaan negara dengan cara diinvestasikan dalam berbagai aset, baik di dalam maupun di luar negeri. Dana ini biasanya berasal dari surplus anggaran, pendapatan dari ekspor komoditas (seperti minyak dan gas), hasil dividen perusahaan negara, atau cadangan devisa.
Seperti kita tahu, tujuan SWF dibentuk adalah untuk berbagai tujuan strategis, antara lain menstabilkan ekonomi dengan membantu negara mengelola fluktuasi ekonomi, terutama jika ekonomi sangat bergantung pada komoditas (seperti minyak) yang harganya bisa berubah drastis, mendiversifikasi Sumber Pendapatan dengan menginvestasikan di berbagai sektor (properti, saham, obligasi, infrastruktur) dan meningkatkan pertumbuhan Ekonomi. Danantara akan menjadi SWF terbesar keempat setelah Government Pension Fund of Norway (Norwegia), Abu Dhabi Investment Authority (ADIA), SWF Milik Uni Emirat Arab dan China Investment Corporation (CIC).
Danantara Dalam Pengelolaan BUMN
Fungsi Danantara berkaitan dengan pengelolaan BUMN, khususnya dalam upaya mendukung proyek strategis dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang bertugas untuk mengelola dana investasi dan bekerja sama dengan investor asing maupun domestik. Dana investasi ini diharapkan dapat mendanai proyek infrastruktur dan sektor-sektor lainnya yang penting untuk pembangunan nasional. Dalam kaitannya dengan BUMN, Danantara berperan sebagai sumber alternatif pembiayaan, mengurangi ketergantungan BUMN pada anggaran negara (APBN) dan utang konvensional.
Melalui fungsi investasi strategisnya, memungkinkan BUMN untuk lebih fokus pada peningkatan kinerja operasional dan efisiensi, karena pendanaan untuk proyek besar dapat diakses dari badan pengelola ini. Misalnya, dalam pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, bandara, atau pelabuhan, BUMN dapat bekerja sama dengan Danantara untuk mendapatkan dana yang dibutuhkan. Ini mendorong BUMN untuk menjalankan proyek-proyek strategis tanpa terbebani oleh risiko keuangan yang besar, sehingga BUMN bisa memfokuskan sumber daya internalnya untuk meningkatkan kinerja inti perusahaan dan daya saing di pasar.
Danantara diharapkan dapat mendukung BUMN dalam mewujudkan transparansi dan tata kelola yang baik. Dalam pengelolaan BUMN, Danantara memastikan semua BUMN dijalankan sesuai prinsip good corporate governance dan mengandalkan investor profesional, menerapkan prinsip akuntabilitas dan efisiensi dalam proyek yang dibiayai. Hal ini diharapkan akan berdampak pada peningkatan standar pengelolaan di BUMN, karena keterlibatan Danantara dan mitra investasi internasional menuntut transparansi serta hasil yang terukur. Dengan demikian, Danantara tidak hanya menjadi sumber dana, tetapi juga menjadi katalis bagi transformasi dan peningkatan kualitas pengelolaan BUMN di Indonesia.
Pada akhirnya, harapan besar disematkan kepada badan baru ini untuk mengemban amanat mengelola aset besar milik bangsa Indonesia agar dapat bermanfaat bagi sebesar-besarnya kepentingan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia sesuai Asta Cita Presiden Prabowo…semoga.
Sumber UMJ.ac.id Penulis Sampor Ali, Dosen FEB UMJ