Pemerintah telah membentuk Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Meski belum resmi diluncurkan, Danantara sudah mulai berkoordinasi dengan BUMN yang akan menjadi anggotanya yaitu BRI, BNI, Bank Mandiri, Pertamina, PLN, MIND ID, dan Telkom.
Pengamat BUMN dari Datanesia Institute, Herry Gunawan, menilai pembentukan Danantara bisa saja membuat ada dualisme dengan Kementerian BUMN dalam mengelola perusahaan pelat merah
“Tantangan penting yang ada di depan Danantara adalah potensi dualisme pengelolaan BUMN dengan Kementerian BUMN. Kalau masalah ini tidak diselesaikan segera, maka berpeluang membuat BUMN akan bergerak lambat,” ungkap Herry kepada kumparan pada Rabu (20/11).
Herry menegaskan Danantara untuk menjadi superholding yang tidak lagi melibatkan Kementerian BUMN, kecuali untuk regulasi dan pengawasan.
“Mumpung regulasinya belum jadi, saya sarankan sebaiknya Danantara dijadikan superholding BUMN yang sesungguhnya. Tidak ada lagi keterlibatan Kementerian BUMN di BUMN, kecuali buat regulasi dan pengawasan. Totalitas ini penting agar Danantara bisa bergerak leluasa, sekaligus dimintai tanggung jawabnya,” ujar Herry.
Herry mencontohkan hambatan dapat terjadi ketika ada BUMN di bawah Danantara yang harus mengambil keputusan strategis. Nantinya, proses pengambilan keputusan tersebut bisa menjadi panjang karena membutuhkan persetujuan Danantara dan Kementerian BUMN.
“Terutama terkait dengan pengelolaan aset maupun investasi. Misalnya, ketika BUMN di bawah Danantara harus ambil keputusan strategis yang secara regulasi membutuhkan keputusan pemegang saham, maka prosesnya akan jadi panjang dari persetujuan Dewan Komisaris, restu Danantara, terakhir Keputusan Menteri BUMN,” jelas Herry.
Selain itu, karena Danantara mengelola beberapa BUMN besar maka potensi konflik kepentingan harus dihindari. Hal ini dapat diantisipasi dengan menghindari pemilik perusahaan menjadi pengurus Danantara.
“Karena itu, sejak dini harus dihindari segala potensi conflict of interest itu. Misalnya, sebaiknya hindari pemilik perusahaan menjadi pengurus Danantara, apalagi dia bisa mengambil keputusan strategis seperti investasi. Masih banyak profesional hebat-hebat di Indonesia, baik di swasta maupun BUMN. Kalau dia pemilik perusahaan, kemudian jadi pengurus Danantara, susah mengawasinya,” ungkap Herry.
Herry juga menyoroti fungsi sosial BUMN. Ia berharap agar BUMN di bawah Danantara tidak hanya berfokus untuk mencari untung, melainkan membangun ekosistem bisnis yang sehat dengan swasta.
“Tapi bisa membangun ekosistem bisnis yang sehat dengan pihak swasta agar memberikan manfaat lebih besar bagi negara. Jangan justru mematikan bisnis yang sudah ada, apalagi sampai melanggar persaingan usaha tidak sehat,” kata Herry.
Sumber Kumparan, edit koranbumn