CIO Danantara Pandu Sjahrir menjelaskan, implementasi program WtE di Indonesia meniru model serupa yang dilakukan di China pada 2007–2008.
Dia menjelaskan, kala itu, sejumlah kota besar di China menghadapi lonjakan produksi sampah yang signifikan seiring dengan melesatnya urbanisasi.
Pandu menjelaskan, program Waste to Energy yang diterapkan China sukses mengatasi masalah tersebut. Dia bahkan mengatakan saat ini Negeri Tirai Bambu justru mengalami kekurangan sampah untuk menjalankan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang dimiliki. “Ini juga sesuatu yang bisa kita pelajari. Seperti kata Presiden kita, tirulah dengan bangga. Kita akan meniru praktik terbaik yang ada dan mencoba menerapkannya di Indonesia,” kata Pandu dalam Forbes Global CEO Conference 2025 di Jakarta pada Rabu (15/10/2025).
Adapun, Pandu melanjutkan, satu proyek WtE diperkirakan membutuhkan biaya sekitar US$150 juta – US$200 juta atau setara Rp2,5 triliun- Rp3,3 triliun. Dia mengatakan, proyek ini akan menjadi konversi limbah menjadi energi terbesar di dunia.
Dia mengatakan pemerintah Indonesia berencana memulai 10 proyek WtE pada akhir 2025. Secara keseluruhan, Pandu mengungkap akan ada sekitar 33 proyek WtE yang tersebar di seluruh Indonesia
“Kami ingin memulai dengan 10 proyek di akhir tahun ini di lima kota berbeda. Satu proyek ini pada dasarnya bernilai US$200 juta, US$150 juta hingga US$200 juta,” kata Pandu.
Pandu memaparkan, Danantara membuka peluang kerja sama seluas-luasnya untuk proyek WtE. Dia mengatakan, pihaknya terbuka untuk menjadi pemegang saham mayoritas atau minoritas.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Sumber Bisnis, edit koranbumn















