“Dividen yang begitu besar tentu ditopang pertumbuhan perusahaan yang begitu besar. Padahal, sejak jaman dahulu, sangat sulit mendapatkan dividen besar dari BUMN tambang kita,” ujarnya melalui keterangan resmi, Rabu (22/10/2025).
Dia menuturkan salah satu faktor yang mengerek kinerja BUMN tambang yakni pembentukan holding. Pada 2019, kinerja BUMN tambang di bawah PT Mineral Industri Indonesia atau MIND ID, belum seperti saat ini.
Pada tahun-tahun itu, laba dan pertumbuhan BUMN tambang, seperti PT Aneka Tambang Tbk., PT Timah Tbk., dan Indonesia Asahan Alumina masih relatif kecil.
“Mungkin hanya Bukit Asam yang mencatatkan laba di atas Rp2 triliun dengan pertumbuhan tinggi. Itu terjadi karena BUMN tambang waktu itu masih berdiri sendiri,” katanya.
BUMN tambang, kata Ferdy mulai melakukan transformasi dengan membentuk holding di bawah pimpinan PT Indonesia Asahan Alumina (Inalum) pada 2019. Selain Inalum, anggota holding awalnya, seperti Bukit Asam, Timah, dan Aneka Tambang.
Gagasan holding awalnya dilakukan untuk membeli 51% saham PT Freeport Indonesia. Pertimbangan saat itu, jika dibeli oleh BUMN, seperti ANTM atau Inalum saja, aset perusahaan-perusahaan itu masih sangat kecil.
“Sementara itu kebutuhan untuk membeli 51% saham Freeport mencapai US$5 miliar. Cara paling strategis adalah membentuk holding BUMN tambang,” katanya.
Pada 2019—2022, anggota holding BUMN tambang masih di bawah komando Inalum dengan kinerja belum menembus angka Rp2 triliun dan asetnya masih berkisar Rp100 triliun.
Namun, penggabungan BUMN tambang menjadi satu itulah yang menjadi cikal-bakal perusahaan BUMN tambang ini menjadi sangat besar.
Dengan holding, Inalum mampu mengakusisi 51% saham perusahaan tambang emas dan tembaga terbesar di dunia, Freeport Indonesia senilai US$5 miliar.
“Freeport kemudian ikut andil mendongkrak laba dan dividen BUMN tambang. Dividen dari Freeport ke MIND ID dan kas negara sudah mencapai Rp90 triliun. Artinya, investasi Inalum dulu untuk membeli Freeport sudah untung atau sudah balik modal,” katanya.
Dia menuturkan kritik banyak pihak yang mengatakan BUMN tambang membeli mahal saham Freeport terjawab, karena sekarang buktinya investasi itu sangat menggiurkan.
Dengan holding itu pula yang membuat BUMN tambang berhasil mengambil-alih 14% saham perusahaan nikel terbesar di Tanah Air, PT Vale Indonesia Tbk.
Dengan membeli 14%, kata Ferdy MIND ID menjadi pengendali mayoritas saham Vale senilai 34% karena sebelumnya sudah memiliki 20% saham. Sementara itu, saham Vale Canada berkurang dari 44% menjadi 33%.
Kebutuhan Pengolahan
Sementara itu, terkait dengan rencana pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah hasil tambang di dalam negeri melalui pembangunan fasilitas pengolahan atau smelter, Ferdy menuturkan pembangunan smelter BUMN tambang ke depan mesti didukung pasokan energi murah atau listrik murah untuk menghidupi pabrik.
Dia menjelaskan kolaborasi sesama BUMN menjadi sangat penting. Keberpihakan pemerintah terhadap proyek strategis yang sedang dijalankan BUMN tambang dibutuhkan untuk mengurai ego sektoral.
“Dalam hal pembangunan proyek smelter misalnya, BP BUMN harus memimpin langsung proyek ini agar sesama BUMN saling menopang,” katanya.
Dalam hal kekurangan listrik untuk pembangunan smelter, dia menuturkan pemerintah bisa memberikan subsidi listrik melalui PLN untuk mempercepat pengembangan smelter BUMN tambang.
Kolaborasi antara BUMN perlu didorong, namun perlu mendorong kolaborasi yang saling menguntungkan dan mengikuti mekanisme korporasi. Danantara dan BP BUMN perlu mengajak PLN, dan BUMN tambang untuk duduk bersama bagaimana agar proyek smelter berjalan cepat dan menguntungkan kedua belah pihak.
“Saya menganjurkan BUMN tambang untuk bernegosiasi dengan perusahaan swasta di sektor energi baru terbarukan yang harga listriknya lebih murah. Jika tawaran itu lebih menguntungkan dan masuk dalam perhitungan bisnis, silahkan berproses. Yang paling penting, semua proses harus berjalan transparan dan akuntabel.”
Sumber Bisnis, edit koranbumn
















