GMFI baru saja menggandeng PT Bandarudara Internasional Jawa Barat (BIJB) untuk mengembangkan Aerospace Park di Bandara Kertajati melalui perjanjian kerja sama operasi (KSO).
Kawasan terpadu seluas 84 hektare tersebut yang akan menjadi pusat kegiatan industri kedirgantaraan nasional yang bernama Kertajati Aerospace Park. GMFI dan BIJB akan berkolaborasi menjadi pengelola kawasan.
Kertajati Aerospace Park dirancang sebagai integrated aerospace ecosystem, yang mencakup fasilitas Maintenance, Repair, & Overhaul (MRO) untuk pesawat komersial dan pertahanan, engine & component workshop, manufacturing zone, training and research center, serta business center yang terhubung langsung dengan infrastruktur bandara.
Proyek Kertajati Aerospace Park ini akan menarik investasi secara bertahap dengan investasi awal senilai US$8 juta atau setara Rp133,6 miliar dan akan mencapai US$771 juta selama masa kerja sama jangka panjang, serta diproyeksikan dapat menyerap ribuan tenaga kerja baru, sekaligus memperkuat rantai pasok industri kedirgantaraan dan pertahanan nasional.
Direktur Utama GMF, Andi Fahrurrozi, menyampaikan bahwa langkah ini menjadi bagian dari perluasan cakupan bisnis Perusahaan. Kertajati Aerospace Park akan menjadi fondasi baru bagi GMF dalam memperluas kapabilitas di industri pertahanan dan komersial.
“Ini bukan sekadar ekspansi bisnis, tetapi bagian dari misi kami untuk membangun kemandirian bangsa di bidang kedirgantaraan, baik komersial maupun pertahanan,” ujar Andi.
Tahapan awal proyek akan difokuskan pada penyusunan masterplan kawasan, disusul penjajakan investor dan mitra industri strategis, termasuk Original Equipment Manufacturer (OEM) global serta lembaga pendidikan dan riset.
Groundbreaking tahap pertama ditargetkan dapat dilaksanakan dalam waktu dekat dengan pembangunan fasilitas perawatan pesawat rotary wing dengan GMF sebagai anchor tenant atau operator.
GMF pun ke depannya secara bertahap akan memusatkan operasi MRO bidang pertahanan seluruhnya berada di Kertajati Aerospace Park dimulai dari segmen mesin baling-baling.
Secara terpisah, holding operasional Danantara Indonesia, PT Danantara Asset Management (Persero) berupaya menerbangkan kembali semua pesawat yang masih dioperasikan Garuda Indonesia.
Managing Director Danantara Asset Management Febriany Eddy menyatakan bahwa langkah tersebut menjadi prioritas utama karena efektivitas operasional maskapai sangat bergantung pada jumlah armada yang aktif.
Dia menuturkan pesawat yang berhenti beroperasi atau grounded memberikan pukulan ganda bagi maskapai lantaran pendapatan bakal menurun, sementara biaya sewa, leasing, serta operasional tetap berjalan.
Jika kondisi berlarut, kerugian yang dialami maskapai diperkirakan semakin dalam. Oleh karena itu, Danantara mendorong Garuda untuk mengoperasikan seluruh armada pesawatnya secara bertahap mulai tahun depan.
“Prioritas pertama itu return to service [RTS]. Target kami adalah tahun depan semua yang hari ini grounded aircraft bisa terbang. Tentunya secara gradual,” ujarnya di Wisma Danantara, Jakarta, Jumat (14/11/2025).
Febriany tidak memerinci jumlah pesawat Garuda yang kini tak dapat beroperasi. Namun, jika digabungkan dengan armada milik PT Citilink Indonesia selaku entitas anak GIAA, jumlahnya ditaksir mencapai puluhan pesawat.
Selain memastikan seluruh pesawat mengudara pada 2026, Danantara turut mendorong Garuda Indonesia untuk menjalankan operasional secara presisi dan disiplin karena margin keuntungan per kursi dinilai sangat tipis.
Berdasarkan data International Air Transport Association (IATA), rata-rata keuntungan per kursi maskapai di Asia Pasifik hanya US$2 hingga US$7.
Menurut Febriany, hal tersebut akan menjadi pertimbangan utama Garuda. Ketika pesawat kembali beroperasi, perusahaan perlu memastikan sebagian besar rute yang dilayani berada di jalur menguntungkan.
Sumber Bisnis, edit koranbumn















