Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata mengatakan private placement GIAA sebanyak Rp23,7 triliun dari sovereign wealtj fund Danantara adalah game changer untuk memperbaiki neraca dan operasi. Namun, terdapat sejumlah tantangan yang masih harus dihadapi GIAA di tengah pemulihan ini.
Beberapa di antaranya seperti eksekusi restrukturisasi, volatilitas harga avtur dan kurs, serta potensi revisi lanjutan atas nilai atau termin pendanaan. Terdapat pula potensi penurunan free float, meskipun sementara.
Setelah dilaksanakannya private placement, terdapat dilusi pemegang saham publik dari semula sebesar 27,47% menjadi sebesar 6,17%. Kondisi dilusi saham publik itu berpotensi membuat GIAA tidak bisa memenuhi ketentuan V.1.1. Peraturan Bursa Nomor I-A mengenai persentase minimal saham free float sebesar 7,5%.
“Fundamental starting point juga masih berat, di mana ekuitas negatif per kuartal III/2025 dan rugi bersih yang menukik, sehingga turnaround memerlukan beberapa kuartal disiplin eksekusi,” kata Liza kepada Bisnis pada Rabu (12/11/2025).
GIAA sendiri masih berkutat dengan ekuitas negatif di mana nilai liabilitas atau kewajiban melebihi asetnya. GIAA telah membukukan aset sebesar US$6,75 miliar pada periode yang berakhir 30 September 2025. Sementara, liabilitas GIAA mencapai US$8,28 miliar. Alhasil, ekuitas GIAA minus US$1,53 miliar.
Garuda juga masih membukukan rugi bersih sebesar US$182,53 juta per kuartal III/2025, membengkak 39,10% secara tahunan (year on year/YoY) dibandingkan rugi bersih periode yang sama tahun sebelumnya US$131,22 juta.
Adapun, GIAA akan mendapatkan suntikan dana dari Danantara melalui penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) atau private placement senilai Rp23,67 triliun.
Dalam rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada kemarin, Rabu (12/11/2025), para pemegang saham menyetujui penyertaan modal sebesar Rp23,67 triliun dari PT Danantara Asset Management (Persero) melalui private placement. Penyertaan modal dilakukan dengan setoran modal tunai sebesar Rp17,02 triliun serta konversi utang pinjaman pemegang saham sebesar Rp6,65 triliun.
Secara rinci, dari total dana Rp23,67 triliun, sekitar Rp8,7 triliun atau 37% akan dialokasikan untuk kebutuhan modal kerja Garuda Indonesia, meliputi pemeliharaan dan perawatan pesawat.
Sementara itu, Rp14,9 triliun atau 63% akan mendukung operasional Citilink, terdiri atas Rp11,2 triliun untuk modal kerja dan Rp3,7 triliun untuk pelunasan kewajiban pembelian bahan bakar kepada Pertamina periode 2019–2021.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.
Sumber Bisnis.com edit koranbumn














