Bencana banjir yang terjadi di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh mengakibatkan masyarakat banyak kehilangan keluarga maupun aset berharganya, termasuk rumah dan harta benda yang rusak atau hanyut terbawa arus. Peristiwa ini menjadi pengingat pentingnya kesiapsiagaan dan perlindungan risiko bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang tinggal di wilayah rawan bencana.
Menurut laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), estimasi biaya pemulihan kerusakan di tiga provinsi tersebut telah mencapai Rp 51,82 triliun yang mencakup kerusakan pada rumah, fasilitas umum, infrastruktur, dan aset produktif. Angka ini belum final dan akan meningkat lagi karena pendataan kerusakan dan korban belum sepenuhnya selesai. Besarnya kerugian ini menunjukkan tingginya beban finansial yang harus ditanggung masyarakat ketika bencana datang tiba-tiba.
Sekretaris Perusahaan Asuransi Jasindo, Brellian Gema Widayana, menyampaikan keprihatinan mendalam atas musibah tersebut dan menekankan pentingnya kesiapsiagaan finansial melalui asuransi.
“Bencana hadir tanpa diprediksi. Ketika kerusakan terjadi, beban ekonominya langsung terasa. Asuransi dapat menjadi instrumen manajemen risiko untuk membantu masyarakat bangkit lebih cepat,” ujar Brellian.
Menurut Brellian, banyak rumah tinggal, usaha kecil, maupun aset produktif di wilayah terdampak tidak diasuransikan, sehingga kerugian harus ditanggung sepenuhnya oleh pemilik. Padahal, produk asuransi umum seperti asuransi kebakaran, asuransi properti, hingga asuransi kendaraan dapat memberikan perlindungan tambahan terhadap risiko-risiko seperti banjir, kebakaran, angin topan, atau kerusakan fisik lainnya.
Karena itu, Asuransi Jasindo sebagai BUMN asuransi umum menegaskan komitmen untuk meningkatkan literasi risiko dan memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai pentingnya memiliki perlindungan yang memadai.
Sebagai informasi, Asuransi Jasindo dapat memberikan jaminan perluasan banjir sebagai fitur tambahan di asuransi perlindungan. Dengan perluasan tersebut, rumah masyarakat tidak hanya terlindungi dari kebakaran, petir, maupun ledakan, tetapi juga mendapatkan perlindungan dari risiko kerusakan akibat banjir, angin topan, badai, dan kerusakan air lainnya yang merupakan bagian dari bencana alam.
“Kami ingin masyarakat semakin memahami bahwa asuransi bukan hanya pengeluaran, tetapi investasi perlindungan atas masa depan,” kata dia.
Pada saat banjir menimpa Sumatera, tak hanya rumah dan harta milik masyarakat, tetapi juga aset-aset negara terkena dampak dari kejadian tersebut. Karena itu, menurut Brellian, Jasindo sebagai Ketua Konsorsium Asuransi Barang Milik Negara (ABMN) telah cepat tanggap untuk memastikan perlindungan aset-aset negara tetap berjalan optimal di tengah bencana banjir dan tanah longsor terjadi di sejumlah wilayah di Sumatera. Berdasarkan data awal yang dikelola Konsorsium ABMN, terdapat 2.578 objek ABMN yang berpotensi terdampak, tersebar di 43 kabupaten/kota, dengan nilai harga pertanggungan mencapai sekitar Rp 3,78 triliun.
Dalam situasi bencana dengan skala kerusakan besar seperti yang terjadi di Sumatera, kehadiran asuransi dapat mempercepat pemulihan masyarakat. Selain meminimalkan beban biaya perbaikan, asuransi membantu mengurangi tekanan ekonomi keluarga dan mempercepat masyarakat kembali beraktivitas.
“Kami berharap tragedi ini menjadi momentum bersama untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan risiko. Ketahanan ekonomi bukan hanya soal tabungan, tetapi juga kesiapan menghadapi hal-hal yang tidak terduga,” tutup Brellian.














