Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memperkirakan, investasi dari China menurun pada semester pertama 2020. Hal ini disebabkan oleh virus corona yang menyebar luas di Negeri Tirai Bambu tersebut.
“Kami sedang hitung berapa penurunan realisasi investasi dari China. Hanya saja dalam simulasi data yang sekarang, sampai Februari kemungkinan besar menurun untuk khusus investasi dari China,” ujar Kepala BKPM Bahlil Lahadalia kepada wartawan usai menghadiri pertemuan dengan seluruh pejabat penghubung Kementerian atau Lembaga di Kantor BKPM, Jakarta, Jumat, (6/3).
Meski investasi asal China menurun, tapi kata dia, investasi dari berbagai negara lain dan dari dalam negeri kemungkinan meningkat, bila dibandingkan pada periode sama tahun lalu. “Kita menghitung per triwulan, jadi angkanya akan kita umunkan pada awal bulan depan,” tegas dia.
Bahlil menjelaskan, terganggunya investasi China di Tanah Air terlihat dari sisi hilirisasi. “Karena nggak bisa, mesinnya bisa dikirim, tapi orang-orangnya nggak bisa dikirim buat pasang mesin, jadi mau nggak mau stuck,” tuturnya.
Meski begitu, Bahlil mengaku tidak terlalu khawatir. Sebab jika wabah corona ini dapat selesai pada Maret atau April, BKPM bisa mengejar ketertinggalan yang terjadi pada Januari sampai Februari.
Dirinya melanjutkan, investasi China yang sudah berjalan tidak terganggu. “Karena tenaga dan mesinnya sudah di sini jadi nggak terganggu, yang terganggu adalah investasi yang lagi running,” ujar Bahlil.
Ia menambahkan, dampak virus corona tidak hanya terjadi di Indonesia. Melainkan di hampir semua negara. Apalagi, kontribusi China terhadap pertumbuhan ekonomi dunia sekitar 16 sampai 17 persen.
“Maka pasti ekonomi semua negara berdampak, di kita pariwisata kena juga (dampaknya),” kata dia.
Sebagai informasi, BKPM mencatat China merupakan negara asal investasi terbesar pada kuartal IV 2019. Nilai investasinya sebesar 1,4 miliar dolar AS atau 20,4 persen dari total investasi. Disusul Hong Kong sebesar 1,1 miliar dolar AS (16,3 persen), Singapura 1,1 miliar dolar AS (16,1 persen), serta Jepang 1,1 miliar dolar AS (15,3 persen). Diikuti Belanda sebanyak 0,5 miliar dolar AS atau 7,1 persen dari total investasi.
Sumber Republika, edit koranbumn