Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sepanjang tiga bulan awal di tahun ini mencapai Rp 95,9 triliun. Penopangnya dari dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perbankan yang terjadi lebih awal
Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan, realisasi PNBP itu sudah 25% dari target akhir tahun sebesar Rp 366,9 triliun. Pencapaian kuartal I-2020 itu pun tumbuh 36,8% year on year (yoy) bila dibanding periode sama tahun lalu senilai Rp 70,2 triliun yang tumbuh minus 1,24% dari tahun sebelumnya.
Nah, dividen BUMN perbankan dalam PNBP, tercermin dalam Pendapatan dari Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KND) sebanyak Rp 23,97 triliun atau tumbuh 907% dibanding tahun sebelumnya yang hanya RP 2,64 triliun.
Peningkatan signifikan PNBP KND dibanding periode bulan yang sama pada tahun sebelumnya disebabkan lebih cepatnya pelaksanaan audit Laporan Keuangan tahun buku 2019 pada PT BRI Tbk., PT Bank Mandiri Tbk., dan PT BNI Tbk., Sehingga penyetoran dividen lebih cepat dilaksanakan daripada tahun sebelumnya.
Kendati begitu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, pembayaran dividen BUMN perbankan tersebut bukan peristiwa yang terjadi terus menerus. Sehingga, PNBP masih banyak menuai sentimen seperti dari pos penerimaan sumber daya alam (SDA).
“Penerimaan SDA mungkin akan turun baik migas dan non-migas karena harganya tekanan akibat pelemahan ekonomi global,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) lewat daring, Jumat (17/4).
Adapun realisasi PNBP SDA pada kuartal I-2020 sebanyak Rp 35,03 triliun, tumbuh tipis 0,38% dari periode sama tahun lalu senilai Rp 34,8 triliun. Rinciannya, untuk penerimaan minyak dan gas bumi (migas) yakni Rp 26,6 triliun, sedangkan non-migas Rp 6,3 triliun.
Memang penurunan harga minyak dalam tiga bulan pertama tahun ini cukup dalam. Di pasar spot, harga minyak jenis brent merosot tajam sebanyak 57% year to date (ytd). Jumat (17/4) harga minyak brent ditutup sebesar US$ 28,17 per barel, jauh dibawah harga akhir tahun lalu senilai US$ 66 per barel.
Realita harga minyak brent ini pun yang biasanya jadi patokan harga dalam negeri jauh dari asumsi pemerintah di mana harga minyak mentah Indonesia atau ICP senilai US$ 63 per barel. Sri Mulyani bilang bahwa outlook harga minyak sepanjang tahun ini sulit mulai berat sejak akhir tahun 2019 sampai awal tahun 2020. Sebab, negosiasi produksi minyak antara the Organization on the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan Rusia tak juga menemukan kesepakatan.
Meskipun belakangan kedua belah kubu negera-negera pengekspor minyak tersebut mulai menunjukkan sikap yang sama, sayangnya harga minyak tidak kunjung membaik. “Jadi dampak Covid-19 ini memengaruhi permintaan minyak global. Sementara produksi minyak dari Arab Saudi dan Rusia sudah terlanjur cukup besar ,” kata Sri Mulyani.
Sumber Bisnis, edit koranbumn