PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. menjajaki tiga opsi utama untuk melunasi utang obligasi dengan nilai sekitar US$500 juta yang akan jatuh tempo pada Juni 2020.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyatakan utang jatuh tempo Juni 2020 diterbitkan lima tahun lalu dengan nama Garuda Indonesia Global Sukuk Limited pada 5 tahun lalu. Per 31 Desember 2019, saldo utang obligasi mencapai US$498,99 juta.
Irfan mengungkapkan, perseroan tengah mengidentifikasi tiga opsi yang dapat dilakukan untuk melunasi utang sukuk tersebut. Dia mengatakan opsi pertama, perseroan akan melunasi utang sukuk. Adapun opsi kedua adalah perpanjangan dan opsi ketiga pembayaran dengan diskon.
“Betul sukuk jatuh tempo bulan Juni ini, dibuat 5 tahun lalu, kami memang punya tiga opsi [untuk melunasi utang tersebut,” katanya dalam Rapat Dengan Pendapatan dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (29/4/2020).
Menurut Irfan, harga instrumen surat utang Garuda Indonesia Global Sukuk Limited sudah turun di kisaran 40 persen dari nilai semula. Namun, berdasarkan kajian perseroan, harga instrumen tersebut masih bisa naik menjadi sekitar 60—70 persen. Opsi pembayaran dengan diskon dinilai memiliki risiko cukup besar menyangkut kapabilitas dan reputasi perseroan.
Irfan menjelaskan ketiga opsi tersebut masih dibahas dengan pemegang saham, yakni Pemerintah lewat Kementerian Badan Usaha Milik Negara dan CT Corps bersama Mandiri Sekuritas sebagai advisor. Salah satu opsi yang juga muncul adalah melakukan pembayaran dengan refinancing lewat pinjaman bank, khususnya kepada bank-bank pelat merah.
Opsi ini tidak mudah karena bank pelat merah juga tengah memperketat aturan penyaluran kreditnya di tengah pandemi Covid-19. Irfan mengaku pihaknya sudah melakukan pembicaraan dengan bank BUMN terkait opsi ini.
“Kami sudah sampaikan proposal kami berulang kali, kami gunakan Mandiri Sekuritas sebagai advisor, kami ada beberapa hal yang sedang difinalisasi dengan bank Himbara,” ujarnya.
Dia mengatakan bahwa saat ini perseroan juga terus melakukan kajian ketahanan keuangan atau financial stress test terkait dampak lanjutan dari kondisi saat pandemi Covid-19. Beberapa hal yang juga menjadi pertimbangan perseroan yaitu pelemahan nilai tukar, penurunan harga avtur, dan penurunan rute penerbangan.
Sumber Bisnis, edit koranbumn