Tahun 2020 menjadi tahun yang sulit bagi bisnis minyak dan gas bumi (migas). Tak hanya diterjang tren anjloknya harga minyak dunia, efek gulir dari pandemi corona (covid-19) juga menyebabkan situasi menjadi semakin sulit.
Emiten jasa penunjang migas pun atur strategi untuk memitigasi risiko di tahun pandemi, tak terkecuali bagi PT Elnusa Tbk (ELSA). Head of Corporate Communications ELSA Wahyu Irfan mengungkapkan, dampak secara makro di tahun ini lebih kompleks dibandingkan saat tahun 2014-2015. Kala itu, meski harga minyak dunia turun hingga di level US$ 28 per barel, ELSA masih tetap bisa menorehkan pertumbuhan.
“Tapi saat ini ada dua persoalan besar. Yaitu covid-19 dan penurunan harga minyak yang menjadi tantangan berat untuk berbagai industri. Ditambah lagi multiplier effect yang dihasilkan dari dua faktor tersebut,” kata Wahyu
Kondisi tersebut, sambung Wahyu, telah membuat perusahaan migas ataupun kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) menurunkan aktivitas. Imbasnya, perusahaan jasa migas merespons dengan penyesuaian target maupun pengurangan investasi dan belanja modal (capex).
“Begitu pun dengan ELSA. Kami telah menyiapkan beberapa strategi untuk beradaptasi di tengah kondisi ini,” imbuhnya.
Wahyu memang belum secara detail mengungkapkan strategi mitigasi yang dimaksud. Yang terang, ELSA sedang mengkaji penyesuaian target kinerja keuangan dan capex.
Selain itu, ELSA pun tengah memperhitungkan dampak dari penurunan aktivitas KKKS dan kebijakan SKK Migas terkait dengan mundurnya sejumlah pengerjaan proyek dan penundan tender. “Sementara ini prognosa kinerja masih on progres,” sebut Wahyu.
Sementara dari sisi keuangan, Wahyu menjelaskan bahwa strategi yang dijalankan ELSA untuk memastikan arus kas ialah dengan menerapkan sharing the pain atau supply chain financing (SCF). Wahyu menyebut, strategi SCF sudah diterapkan sejak tahun lalu kepada mitra kerja yang bertujuan untuk lebih menyeimbangkan antara account receivables dan account payables dengan bekerja sama dengan isntitusi keuangan.
Sedangkan untuk sharing the pain, ELSA meminta penyesuaian harga barang atau jasa kepada mitra supaya tetap bisa bertahan bersama di tengah kondisi pandemi ini. “Goal-nya adalah bisnis yang berkelanjutan. Melalui diversifikasi portofolio yang lengkap dan berbagai strategi yang kami jalankan, penyesuaian mau tidak mau perlu dilakukan. Namun kami yakin kinerja akan tetap positif,” tandas Wahyu.
Pada awal tahun ELSA menargetkan bisa mengantongi pendapatan hingga Rp 9 triliun di sepanjang 2020. Sedangkan untuk mendukung rencana kerjanya, ELSA menganggarkan capex sebanyak Rp 1,4 triliun di tahun ini.
Adapun, pada tahun 2019 pendapatan ELSA terus bertumbuh sebesar 26,58% (yoy) atau menjadi Rp 8,38 triliun. Secara profitabilitas, marjin laba bersih ELSA berhasil naik menjadi 4,3% di tahun 2019 atau lebih baik dari hasil di tahun sebelumnya sebesar 4,2%. Dari situ ELSA membukukan laba bersih sebesar 356,47 miliar di tahun 2019 atau naik 29,01% (yoy) secara tahunan.
Sumber Kontan, edit koranbumn