PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero) atau Asabari akan menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait masalah pengelolaan investasi saham di perseroan.
Corporate Communications Officer Asabri Desy Ananta Sembiring menegaskan, pihaknya akan melakukan pemulihan dengan memperkuat cashflow atau arus kas serta likuiditas Asabri. Pemilihan instrumen investasi tersebut juga mempertimbangkan kondisi perekonomian di Indonesia.
“Penguatan cashflow dan likuiditas yang dilakukan salah satunya dengan meningkatkan penempatan dana investasi dalam bentuk deposito,” kata Desy
Selain itu, perusahaan juga akan mengubah strategi investasi yang semula agresif menjadi lebih konservatif dengan memilih instrumen investasi aset berpendapatan tetap (fixed income).
Hal ini dibarengi pengubahan model pencatatan atas aset invetasi yang diukur melalui fair value through profit or loss (FVTPL) atau aset keuangan pada nilai wajar melalui laba rugi menjadi aset keuangan yang tersedia untuk dijual (available for sale).
“Dengan begitu, pergerakan nilai pasar aset investasi lebih ke arah penghasilan yang komprehensif,” tambahnya.
Sementara dari sisi pengelolaan risiko, Asabri akan menyempurnkan organisasi, komite investasi serta pembentukan manajemen risiko. Strategi itu diharapkan memperbaiki pengelolaan investasi perseroan.
Seperti diketahui, BPK baru saja keluarkan ikhtisar hasil pemeriksaan semester (IHSP) II Tahun 2019 untuk sejumlah lembaga pemerintah. Salah satunya pemeriksaan terkait pengelolaan investasi Asabri pada 2018 – semester I 2019.
Laporan tersebut mengungkapkan, bahwa terdapat penempatan investasi saham di Asabri yang dinilai tidak sepenuhnya memenuhi prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan investasi perusahaan.
“Akibatnya, capaian kinerja atas pengelolaan investasi Asabri belum memberikan hasil yang maksimal. Selain itu, juga belum bisa diukur secara andal,” tulis laporan BPK.
Oleh karena itu, BPK meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati agar melakukan monitoring dan evaluasi secara periodik sebagai tidak lanjut terhadap pengendalian risiko serta perbaikan kinerja investasi saham di Asabri.
BPK juga meminta manajemen Asabri juga menetapkan pengendalian risiko investasi saham ketika pembelian jika investasi tersebut mengalami penurunan nilai. Asuransi pelat merah ini diminta membuat rencana aksi (action plan) serta menindaklanjuti perbaikan investasi saham mereka.
“Meminta Asabri memperbaiki kinerja investasi saham yang tidak memenuhi prinsip kehati-hatian serta yang mengalami penurunan nilai,” jelas BPK.
Dalam paparan manajemen Asabri di gedung DPR Januari lalu, terungkap bahwa terjadi penurunan nilai aset senilai Rp 16,8 triliun pada tahun lalu akibat kesalahan dalam pengelolaan investasi di Asabri. Nilai tersebut merupakan bagian dari unrealized loss atau kerugian yang belum terealisasi.
Penurunan tersebut terjadi pada program Tabungan Hari Tua (THT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan Kematian (JKM) serta Akumulasi Iuran Pensiun (AIP). Jika dirinci total aset Asabri di program THT, JKK dan JKM dari Rp 19,4 triliun di 2018 menjadi Rp 10,6 triliun di tahun lalu.
Sementara total aset AIP dari Rp 26,9 triliun di 2018 hingga tersisa Rp 18,9 triliun di 2019 lalu. Dengan begitu, terjadi penurunan total aset dari seluruh program Asabri adalah sebesar Rp 16,8 triliun.
Selain itu, penurunan aset Asabri tersebut karena anjloknya nilai investasi ke saham dan reksadana yang dikelola dalam program tersebut. Khususnya penurunan nilai saham yang dipegang Asabri di Inti Agri Resources Tbk (IIKP) dan Trada Alam Minera Tbk (TRAM) milik Heru Hidayat. Serta saham dari perusahaan milik Benny Tjokrosaputro yakni PT Hanson International Tbk (MYRX).
Sumber Kontan, edit koranbumn