Pandemi Covid-19 yang menyebabkan ketidakpastian global dan domestik mendorong Bank Indonesia (BI) terus memperkuat pertahanan. Tak hanya pertahanan dalam menjaga perekonomian domestik dan meningkatkan likuiditas pasar keuangan, tetapi juga pertahanan dalam menjaga posisi keuangan bank sentral setral melakukan manajemen resiko keuangan secara hati-hati dan menyeluruh.
Dalam menjaga instrumen keuangan dari pengaruh pandemi Covid-19, BI telah menerapkan PKAK 06 (2018): Instrumen Keuangan Kebijakan dan PSAK 68: Pengukuran Nilai Wajar yang berlaku efektif per 1 Januari 2020. Penerapan PKAK ini membuat perhitungan cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan menggunakan metode kerugian kredit ekspektasian (expected credit loss), dari yang sebelumnya menggunakan metode bukti obyektif.
Metode kerugian kredit ekspektasian pada prinsipnya, mengukur potensi penurunan nilai aset keuangan karena faktor risiko kredit yang memburuk dengan mempertimbangkan informasi relevan yang tersedia, termasuk informasi yang bersifat perkiraan (forward looking). “Penerepatan metode ini diperkirakan tidak secara signifikan memengaruhi cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan BI, terutama disebabkan oleh faktor kualitas aset keuangan BI yang cukup baik,” tulis bank sentral dalam Laporan Tahunan Bank Indonesia (LTBI) 2019.
Kualitas aset keuangan BI yang cukup baik disebabkan oleh mayoritas investasi yang ditempatkan dalam bentuk surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah (sovereign bond) atau lembaga milik pemerintah (sovereign related bond) dengan peringkat layak investasi (investment grade).
Sementara terkait dengan PSAK, aset keuangan BI diukur pada nilai wajar lewat selisih revaluasi dengan tetap menggunakan harga tanpa penyesuaian (kuotasian) di pasar aktif untuk aset yang identik dan dapat diakses pada tanggal pengukuran. “Ini dengan mempertimbangkan kualitas aset keuangan yang dimiliki BI cukup baik dan tersedianya harga pasar yang wajar,” tambah BI.
Lebih lanjut, pandemi Covid-19 yang masih mewabah ini telah meningkatkan ketidakpastian global dan berdampak pada aktivitas di pasar keuangan, yang ditunjukkan dengan mulai berkurangnya likuiditas pada instrumen keuangan.
Namun, kondisi tersebut bisa ditangkal dengan bauran kebijakan fiskal dan moneter dari pemerintahan dan bank-bank sentral di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Kebijakan ekspansif tersebut terlihat pada tren kebijakan penurunan suku bunga acuan oleh hampir semua bank sentral di dunia, diikuti dengan penurunan imbal hasil dari surat berharga pemerintah di berbagai negara.
Bahkan pada 15 April 2020, terlihat bahwa yield surat berharga Amerika Serikat tenor 10 tahun tercatat 0,63% atau lebih rendah dibandingkan posisi per akhir Desember 2019 yang sebesar 1,92%. “Penurunan suku bunga tersebut memberi dampak pada kenaikan nilai wajar aset keuangan BI, terutama untuk aset surat berharga dalam valuta asing (valas),” tandas BI.
Sumber Kontan, edit koranbumn