PT Bank Mandiri (Persero) Tbk berupaya menjaga rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) tetap terkendali di tengah pandemi Covid-19. Pada akhir 2020 perseroan akan berupaya menjaga rasio NPL tidak lebih tinggi dari empat persen.
Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin mengatakan proyeksi tersebut berdasarkan analisis perseroan saat ini. “Kami sudah stress test analysis, dari setiap segmen, UMKM, konsumer, komersial, korporasi. Kami lihat siapa saja nanti akan downngrade ke non performing, kami lihat segmen mana yang terdampak ke krisis tersebut, sehingga tahu apa yang akan dilakukan,” ujarnya kepada wartawan, Senin (1/6).
Peningkatan NPL, kata Siddik, termasuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang memegang porsi 60 persen dari Produk Domestim Bruto (PDB) Indonesia, yang dinilai paling terdampak pandemi Covid-19. Apalagi dengan diterapkannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), aktivitas bisnis UMKM yang tadinya mungkin masih baik-baik saja menjadi berhenti total.
“Selama ini NPL UMKM bisa terjaga di kisaran 2 persen-2,5 persen. Dalam beberapa bulan ke depan akan meningkat luar biasa. Akibatnya bank akan bentuk provisi karena kredit UMKM yang akan jadi NPL,” ucapnya.
Meski demikian, Siddik menyebut, perbankan terbantu dengan adanya aturan relaksasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Relaksasi yang membantu adalah restrukturisasi dan perhitungan kolektabilitas kredit hanya berdasarkan satu pilar.
“OJK berikan relaksasi restrukturisasi dan kolektabilitas lancar ke debitur terdampak, artinya selama krisis ini debitur ini tidak di-treat sebagai debitur bermasalah, ini bisa membantu bank yang CKPN-nya sudah banyak,” ucapnya.
Adapun hingga akhir April 2020, perseroan telah merestukturisasi kredit kepada lebih dari 300 ribu debitur terdampak Covid-19 dengan nilai baki debet sebesar Rp 58 triliun. Dari jumlah tersebut, sebagian besar merupakan debitur UMKM yang menggunakan skema penundaan pembayaran cicilan pokok dan bunga.
Sumber Republika, edit koranbumn