Excecutive Vice President of Corporate Secretary, PT Pelabuhan Indonesia II atau IPC, Shanti Puruhita mengatakan, IPC mengejar target bongkar muat peti kemas di seluruh terminal di Tanjung Priok mencapai 7 juta TEUs pada tahun 2020.
Akan tetapi, pihaknya membuka opsi merevisi target tersebut karena dampak pandemi corona.
“Dengan adanya pandemi Covid-19, manajemen terus mencermati perkembangan situasi perdagangan global dan arus ekspor impor Indonesia sebelum memutuskan untuk melakukan revisi target tersebut pada akhir Juni 2020,” kata Shanti kepada Kontan, Selasa (2/6).
Sebagai gambaran, dampak Covid-19 pada trafik peti kemas Tanjung Priok, realisasi per bulan April 2020 tercatat sebesar 2,12 juta TEUs turun sekitar 5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 2,23 juta TEUs.
Target arus pelayanan arus peti kemas ini juga terbilang lebih rendah dari tahun lalu, dimana target pelayanan arus peti kemas pada 2019 diharapkan mencapai 8 juta TEUs.
Lebih lanjut, Shanti mengatakan, dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok sampai bulan Mei 2020 terjaga antara 2,5 sampai 3 hari. IPC juga berkomitmen untuk terus meningkatkan pelayanan dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok.
“Upaya penurunan dwelling time terus dilakukan dengan bersinergi dengan segenap instansi di Pelabuhan, karena dwelling time tidak dapat dikendalikan hanya oleh IPC saja, melainkan harus dilakukan bersama-sama dengan berbagai pihak yang terlibat dalam prosesnya,” jelas dia.
Shanti menyebutkan, saat ini terdapat sekitar 18 Instansi terkait pengurusan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Pemerintah mengembangkan inaportnet yang merupakan sebuah sistem informasi tunggal berbasis internet untuk mewadahi berbagai instansi terkait pelayanan barang impor yang bertujuan untuk menekan dwelling time.
Ia mengatakan, peran IPC terutama ada di tahap pre-clearance, yaitu layanan bongkar peti kemas dari kapal ke dermaga. Untuk mempercepat layanan ini, IPC melakukan berbagai langkah.
Pertama, melaksanakan operasional 24/7 di pelabuhan Tanjung Priok. Kedua, modernisasi alat bongkar muat di terminal peti kemas, khususnya yang melayani impor barang seperti Terminal 3, Terminal Peti Kemas Koja (TPK Koja), Jakarta International Container Terminal (JICT), NewPriok Container Terminal 1 (NPCT1).
Dengan alat yang lebih modern maka proses bongkar menjadi lebih cepat.
Ketiga, digitalisasi Pelabuhan, baik pada sisi laut maupun darat. Di sisi laut misalnya, IPC menerapkan Marine Operating System (MOS) untuk kapal tunda yang dengannya layanan penundaan kapal menjadi lebih cepat.
Pengurusan jasa pandu masuk kapal dahulu membutuhkan waktu hingga hitungan hari, kini bisa diselesaikan singkat tidak sampai berjam-jam.
Sedangkan di sisi darat/terminal, dengan digitalisasi, proses identifikasi posisi kontainer menjadi lebih cepat dibandingkan sebelumnya melalui akurasi data yang disajikan oleh sistem operasi terminal.
“Upaya lainnya yaitu dengan menyediakan Container Freight Station Online (CFS Online) di Pelabuhan Tanjung Priok, yang diharapkan dapat mempercepat konsolidasi kontainer,” terang Shanti.
Sebagai informasi, dwelling time merupakan ukuran waktu yang dibutuhkan peti kemas impor sejak dibongkar dari kapal sampai dengan keluar dari kawasan pelabuhan. Dalam dwelling time terdapat tiga tahapan pre-clearance, clearance dan post clearance.
Sumber Kontan, edit koranbumn