Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan bahwa kondisi ekonomi akan mengalami kontraksi yang dalam pada penghujung kuartal kedua tahun ini. Namun, perekonomian diharapkan akan pulih pada kuartal ketiga.
Hal tersebut disampaikannya dalam gelaran Future Financial Festival yang diselenggarakan secara daring pada Sabtu (25/7/2020). Sri Mulyani menjadi pembicara pembuka melalui bahasan kondisi ekonomi di era adaptasi kenormalan baru (new normal).
Dia menjabarkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia sudah mengalami tekanan pada kuartal pertama 2020, bahkan sebelum pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterapkan secara meluas. Terhentinya sektor pariwisata untuk memutus mata rantai penularan virus corona memberikan dampak besar bagi perekonomian.
Menurut Sri Mulyani, kondisi perekonomian akan mengalami kontraksi lebih dalam pada kuartal kedua pada tahun ini. Kondisinya bahkan bisa menjadi lebih berat dari pertumbuhan ekonomi kuartal pertama yang hanya sebesar 2,97 persen, padahal biasanya berada di atas 5 persen.
“Kalau kuartal kedua estimasi kami di dalam kontraksi adalah antara minus 5,4 persen hingga minus 5,08 persen, di mana estimasi titiknya 4,3 persen,” ujar Mantan Direktur Pelaksana World Bank tersebut.
Menurutnya, kondisi perekonomian kuartal kedua melemah begitu seluruh daerah yang terkena Covid-19, terutama zona merah, menerapkan PSBB. Pembatasan aktivitas masyarakat itu menjadi tantangan bagi pemerintah untuk menahan dampak negatif bagi perekonomian sekaligus berupaya memulihkannya.
“Maka kami berhadap kuartal ketiga di mana Juli, Agustus, September ini kita mampu untuk segera bertahap memulihkan ekonomi kembali,” ujar Sri Mulyani.
Dia menjabarkan bahwa pemerintah merespon kondisi pandemi Covid-19 dengan extra ordinary. Adanya Undang-Undang Nomor 2/2020 menjadi landasan hukum bagi pemerintah untuk menyusun kebijakan fiskal dan pemulihan sektor keuangan dari dampak penyebaran virus corona.
Sumber Bisnis, edit koranbumn