Kinerja operasional PT Timah Tbk (TINS) tertekan sepanjang semester I-2020. TINS mencatat produksi bijih timah sebesar 24.990 ton atau turun 47,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya 47.423 ton.
Produksi logam juga turun 26,2% menjadi 27.833 ton dari sebelumnya mencapai 37.717 ton di periode yang sama tahun sebelumnya. Volume penjualan logam timah juga turun 0,3% menjadi 31.508 ton dari sebelumnya 31.609 ton.
Pada semester I-2020, harga jual rata-rata timah sebesar US$ 16.461 per metrik ton, turun dari realisasi harga jual rata-rata untuk enam bulan pertama 2019 yang mencapai US$ 21.505 per metrik ton.
Sekretaris Perusahaan PT Timah Abdullah Umar Baswedan mengatakan, penurunan realisasi kinerja operasional TINS sepanjang semester I-2020 merupakan dampak dari pandemi virus corona (Covid-19).
Wibisono, Direktur Keuangan PT Timah mengatakan, harga logam timah di London Metal Exchange (LME) berangsur membaik dengan harga rata-rata pada Juni 2020 sebesar US$ 17.119 per ton atau naik 9% dibandingkan bulan sebelumnya. Sinyal positif tersebut menumbuhkan optimisme akan pulihnya pasar timah dunia setelah terpukul beberapa waktu ini akibat Covid-19. “Kami optimistis bahwa harga logam timah akan pulih di semester II-2020. Ini akan berdampak positif terhadap kinerja perusahaan,” ujar Wibisono.
Bila dilihat dari secara kuartalan, margin laba kotor Timah naik menjadi 3,1% pada kuartal kedua dari -4,0% pada kuartal pertama. Pada kuartal kedua tercatat margin rugi bersih mengecil menjadi -4,9% dari sebelumnya -9,4%.
Pada kuartal kedua 2020, TINS masih mencatat rugi bersih sebesar Rp 390,07 miliar. Kerugian ini berhasil ditekan dari posisi kuartal pertama sebesar Rp 412,86 miliar.
TINS akan menjalankan rencana untuk efisiensi di setiap lini bisnis, optimalisasi alat produksi, serta menjaga kinerja produksi dan penjualan agar arus kas tetap optimal. Di samping itu, biaya bahan baku yang berkontribusi besar terhadap struktur biaya disiasati melalui renegosiasi pihak ketiga untuk kompensasi yang lebih ekonomis.
Emiten pelat merah ini juga memanfaatkan backlog atau persediaan timah setengah jadi untuk dilebur kembali menjadi logam timah dengan spesifikasi standar LME, sehingga memberikan kontribusi positif terhadap pendapatan TINS selanjutnya. “Efektivitas manajemen biaya yang saat ini dilakukan akan mulai terlihat pada laporan finansial kuartal-kuartal berikutnya,” kata Wibisono.
Analis NH Korindo Sekuritas Meilki Darmawan menilai, kinerja TINS pada semester I-2020 masih sesuai dengan ekspektasi NH Korindo Sekuritas. Meilki memperkirakan, produksi bijih timah TINS hingga akhir tahun ini mencapai 58.391 ton sementara untuk proyeksi produksi tahun 2021 sebesar 61.311 ton.
Karena konsumsi akan turun di semester pertama 2020 akibat pandemi Covid-19, volume penjualan timah olahan TINS diperkirakan sebesar 56.930 ton pada 2020 dan sebesar 59.777 ton pada 2021. Adapun harga jual rerata TINS pada tahun ini diperkirakan sebesar US$ 15.691 per ton dan US$ 17.665 per ton pada tahun 2021. “Untuk tahun 2020, kami memperkirakan harga timah global rata-rata di kisaran US$ 16.109 per ton,” ujar Meilki.
NH Korindo Sekuritas masih menyematkan rekomendasi beli (buy) saham TINS dengan target harga Rp 750. Pada perdagangan hari ini, saham TINS ditutup melemah 3,29% ke level Rp 735 per saham.
Sumber Kontan, edit koranbumn