Menteri Keuangan RI Sri Mulyani sekaligus Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mengatakan lembaga keuangan dunia merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi lantaran masih berlangsungnya pandemi virus Corona (Covid-19).
Dia menuturkan adanya kemungkinan terjadinya gelombang kedua (second wave) dan belum adanya kepastian vaksin Covid-19 menimbulkan ketikdakpastian, baik di level nasional maupun global.
“Di level global, sejumlah lembaga telah melakukan koreksi pertumbuhan secara tajam,” katanya saat konferensi pers KSSK secara virtual, Rabu (5/8/2020).
Sri Mulyani memaparkan Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan mengalami kontraksi hingga 4,9 persen. Menurutnya, IMF bakal megeluarkan proyeksi terbaru pada Oktober 2020.
Lebih lanjut, Bank Dunia (World Bank) telah melakukan koreksi pertumbuhan ekonomi dunia menjadi minus 5,2 persen. Sementara itu, Organisasi untuk kerja sama dan pembangunan ekonomi atau OECD awalnya memproyeksikan perekonomian dunia terkontraksi 6 persen kini memburuk menjadi 7,6 persen.
“Revisi ini disebabkan oleh ketidakpastian akibat terjadinya second wave [Covid-19],” jelasnya.
Terkait kondisi perekonomian Indonesia, Menkeu mengatakan kontraksi sudah terjadi sejak kuartal I/2020, yaitu realisasi 2,97 persen. Menurutnya, hal itu terjadi lantaran salah satu mitra dagang (trading partner) Indonesia terbesar, China, mengalami kontraksi sangat dalam hingga 6 persen.
Dia menuturkan realisasi pertumbuhan kuartal II/2020 yang mengalami kontraksi 5,32 persen jauh lebih jauh lebih rendah dibanding tahun lalu dimana Indonesia pertumbuhan 5,05 persen.
Menurutnya, kegiatan ekonomi mengalami penurunan cukup tajam pada April-Mei 2020.
“Namun, kami melihat Juni ada perbaikan atau pembalikan tren. Kami berharap ini dapat dijaga pada kuartal III,” ungkapnya.
Sri Mulyani menuturkan penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berjalan meluas akhir Maret ternyata mempengaruhi kondisi perekonomian pada periode April-Mei sehingga terjadi kontraksi secara sangat dalam.
Untuk itu, otoritas fiskal dan moneter menerapkan langkah-langkah kebijakan dengan memperhatikan dinamika ekonomi dan dampak terhadap stabilitas sistem keuangan.
Selain melihat data, Ani mengatakan KSSK juga mendesain kebijakan untuk meminimalkan dampak negatif Covid-19 terhadap ekonomi dan sektor keuangan.
“Jika diperlukan, kami juga lakukan perubahan kebijakan,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berdasarkan harga konstan pada kuartal II/2020 sebesar Rp2.589,6 triliun.
Jika dibandingkan dengan kuartal I/2020, maka ekonomi Indonesia mengalami kontraksi -4,19 persen. Sementara itu, kumulatifnya pada semester I/2020 mencapai 1,26 persen.
Sumber Bisnis, edit koranbumn