PG Bungamayang milik PTPN VII yang kini dikelola PT BCN, salah satu anak perusahaan PTPN VII, dibangun kebun tebu seluas lebih dari 10 ribu hektare dengan satu unit pabrik berkapasitas giling 7.000 ton tebu per hari ini memancarkan gelombang ekonomi yang begitu kuat.
Suryadi Hipni, salah satu tokoh yang kini menjadi mitra perusahaan mengisahkan, tanah kelahirannya itu dikenal dengan sebutan Ketapang. Daerah yang masuk teritorial Kabupaten Lampung Utara itu adalah salah satu daerah tujuan transmigrasi dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun, karena medan yang berat, tanah perladangan yang tidak terlalu subur, setelah masa pembinaan dengan pemberian natura (jadup) berupa makanan pokok dari pemerintah selesai, para transmigran tak mampu bertahan.
“Memang tanah daerah sini kurang subur kalau untuk padi. Jadi, para transmigran begitu jadupnya habis, mereka pada pulang ke Jawa. Tetapi begitu dengar di sini didirikan pabrik gula, mereka balik lagi,” kata petani tebu rakyat yang saat ini menggarap 30 hektare bermitra dengan PTPN VII itu.
Pernyataan Suryadi diiyakan Wahyu, salah satu generasi kedua para transmigran di wilayah Ketapang ini. Sekretaris Koperasi Tebu Rakyat mitra PTPN VII itu mengatakan, sejak proses pembangunan pabrik gula ini, ekonomi masyarakat bergeliat.
Kebun tebu yang membentang seluas sekitar 10 ribu hektare itu selalu “dikeroyok” ribuan orang untuk memenuhi kapasitas pabrik setiap hari. Pabrik dengan kapasitas terpasang 7.000 TCD (ton cane per day, ton tebu per hari), dibutuhkan lebih dari 4.000 orang penebang tebu setiap hari. Dari buruh tanam tebu, pemupukan, penyiangan, klentek, hingga tebang.
Secara keseluruhan, Direktur PT BCN Putu Sukarmen mengatakan, keberadaan PG Bungamayang maupun Cintamanis di tengah masyarakat adalah magnet penggerak ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, dia minta dukungan semua pihak, agar PTPN VII dengan aset dan kegiatan usahanya tetap berjalan.
Sumber PTPN VII, edit koranbumn














