Pandemi Covid-19 telah berimbas pada kinerja investasi PT Taspen (Persero). Ketidakpastian ekonomi di tengah pandemi menyebabkan penurunan investasi perusahaan.
Berdasarkan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021, disebutkan bahwa terjadi penurunan nilai investasi Taspen dari Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) pada tahun 2020.
“Mulanya investasi sebesar Rp 10.177,3 miliar menjadi Rp 9.390,1 miliar atau turun 7,7% yang didominasi instrumen investasi non fixed income,” seperti dikutip dari RAPBN 2021, Sabtu (15/8).
Dalam RAPBN 2021 disebutkan bahwa pandemi Covid-19 berpengaruh terhadap hasil pengembangan serta kinerja investasi untuk beberapa instrumen, khususnya non-fixed income di program tabungan hari tua (THT).
Guna memitigasi risiko pengelolaan dana program jaminan sosial, maka pemerintah akan memperkuat aspek pengawasan baik secara internal maupun eksternal. Hal ini dibarengi penerapan good corporate governance atau tata kelola perusahaan dan perbaikan kebijakan investasi ke depannya.
Dari sisi beban klaim dan manfaat, terdapat kenaikan dari RKAP sebesar 1,4% dari semula Rp 13.917,3 miliar menjadi Rp 14.110 miliar yang mayoritas berasal dari program jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM).
“Jumlah klaim PNS yang meninggal akibat Covid-19 diperkirakan akan meningkat, sehingga akan menambah rasio klaim program JKK dan JKM dalam RKAP 2020 yang diproyeksikan masing-masing 22,6% dan 94,1%,”
Setelah pandemi berakhir, proyeksi klaim untuk program JKK dan JKM sampai dengan 2030 relatif masih aman dengan rasio klaim masing-masing 64,4% dan 82%. Sementara akumulasi aset neto cenderung meningkat.
Untuk program THT, dengan skema iuran pasti yang menyerupai manfaat pasti, di mana pembayaran manfaat tidak sepenuhnya didasarkan pada hasil pengembangan dan investasi, risiko fiskal tahun 2021 dapat dilihat dari tingkat ketahanan dana program.
Berdasarkan rasio kecukupan dana program, baik jangka pendek maupun jangka panjang, kondisi ketahanan dana masih relatif aman dengan rasio di atas 100% sampai tahun 2030.
Sementara itu, dengan adanya ketentuan batas usia pensiun dari 56 tahun menjadi 58 tahun yang berdampak pada perubahan formula program THT (khusus manfaat meninggal aktif), terdapat unfunded pass service liability (UPSL) senilai Rp 669,8 miliar pada tahun 2021.
Sementara itu, untuk program Jaminan Pensiun (JP), dengan skema pendanaan existing yaitu pay as you go, di mana pembayaran manfaat berasal dari APBN dan penerimaan akumulasi iuran pensiun semakin bertambah, ketahanan dana program relatif baik.
Selain itu, pembayaran manfaat pensiun secara nominal setiap tahunnya memang terdapat kenaikan, namun terhadap PDB cenderung stabil dan menurun.
Potensi risiko program JP dan JHT PNS di jangka menengah dan jangka panjang cukup besar apabila rencana pemerintah untuk mereformasi program tidak didesain secara cermat dan hati-hati.
“Potensi sumber risiko fiskal tersebut berasal dari skema program dan skema pembiayaan yang dapat berdampak langsung pada beban program pensiun terhadap APBN yang akan menjadi komitmen pemerintah dan kontingensi apabila terdapat perubahan kebijakan,” tulis dokumen tersebut.
Selain itu, jumlah PNS tahun 2021 sekitar 4,1 juta jiwa, terdiri dari berbagai struktur golongan, usia, pendidikan, dan penempatan, dengan sebagian besar berada pada rentang usia 40–60 tahun.
Dalam program pensiun, struktur tersebut berpotensi menjadi beban di masa mendatang, sehingga perlu kebijakan yang tepat. Upaya mitigasi risiko fiskal dari program jaminan sosial bagi PNS antara lain evaluasi terkait besaran iuran dan manfaat program JKK dan JKM, menentukan skema program dan skema pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan.
Kemudian perubahan kondisi ekonomi makro di Indonesia secara jangka panjang, memperbaiki kondisi demografi PNS dengan sistem perekrutan CPNS yang baik, dengan mempertimbangkan struktur dan kualitas PNS untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sumber Kontan, edit koranbumn