PT Angkasa Pura I Persero menjabarkan strategi bertahan dalam menghadapi krisis pandemi COVID-19 saat ini.
Strategi tersebut dilakukan sebab bandara yang baru dibangun, yakni Bandara Kulon Progo atau Yogyakarta International Airport (YIA) yang dikelola oleh Angkasa Pura I, masih sepi akibat pandemi.
“Secara korporasi, Angkasa Pura I memiliki 4 inisiatif strategi untuk bertahan dalam menghadapi situasi krisis di masa pandemi ini, termasuk strategi mengelola beban operasional dan pengeluaran modal, di mana strategi korporasi ini kemudian diturunkan menjadi strategi yang diterapkan di masing-masing bandara termasuk Bandara YIA,” ujar VP Corporate Secretary Angkasa Pura I, Handy Heryudhitiawan
Empat inisiatif strategis dalam menghadapi Covid-19 yaitu Risk assessment atau langkah Identifikasi risiko strategis, keuangan, dan operasional yang memiliki implikasi terhadap Covid-19 sebagai baseline untuk menyusun strategi.
Selanjutnya adalah Crisis control center dengan membentuk Tim Crisis Center yang membantu Angkasa Pura I berkoordinasi dan melakukan monitoring terhadap service level agreement (SLA) pemenuhan kewajiban public service obligation (PSO) serta pencapaian target pada survival strategy.
Yan ketiga adalah Survival strategy atau mempersiapkan kondisi keuangan perusahaan untuk bertahan di 2020 dengan melakukan beberapa program kerja seperti sumulasi cash flow, cost leadership, dan revenue enhancement.
Terakhir adalah menyiapkan lompatan pertumbuhan Angkasa Pura I pada tahun 2021 dengan program kerja multi dimension performance improvement. “Impact dari perbaikan ini dirasakan pada 2021, di mana ketika pasar sudah normal, Angkasa Pura I mampu membuat lompatan,” sambungnya.
Sebagai strategi bertahan dalam situasi krisis, Angkasa Pura I juga melakukan penyesuaian operasional bandara dari sisi keuangan. Hendy berkata, dalam strategi simulasi cash flow, pihaknya menyiapkan kondisi keuangan perusahaan simulasi berupa cash balance (3 month ahead survival) untuk menjaga sustainability sampai akhir 2020.
Lalu menjaga financial covenant yang diminta kreditor dengan meminta kelonggaran selama krisis, mengusulkan short term financing, dan menjaga cash payment cycle.
Sedangkan dari sisi efisiensi cost leadership, Angkasa Pura memprioritaskan aspek operasional dan safety melalui kebijakan pengeluaran.
“Pengeluaran non-essential direduksi lebih dari 70%, ini komponen biaya yang dapat langsung dipotong karena tidak memiliki dampak langsung terhadapresilience perusahaan pada situasi ini. Lalu biaya kontributor dikurangi 20% sampai 85% biaya yang dipengaruhi oleh produksi. Dapat dikurangi sesuai dengan realisasi produksi. Selanjutnya adalah akselerator yakni biaya yang dibutuhkan perusahaan memiliki tatanan yang kuat ketika situasi ekonomi membaik direduksi 10% sampai 20%, dan terakhir lini esensial yang berkaitan dengan operasional dikurangi lebih dari 80% sebab untuk jalannya operasional dapat dilakukan dengan nilai minimum,” jelas Handy.
Lebih jauh lagi, sebagai langkah bertahan AP I turut memangkas biaya OPEX sebesar 32%, penudaan dan pembatalan Capex sebesar 39%, mengurangi luas operasional bandara sebesar 80%, mengurangi tenaga kerja outsourcing sebesar 50%.
Lalu pengurangan biaya umum sebesar 30% hingga penundaan konsensi bandara dan relaksasi dividen.
“Kami juga mengoptimalisasi revenue melalui lini subsidiaries dan meluncurkan layanan air freight oleh Angkasa Pura Logistik dengan pesawat ATR-72 pada tahap awal dan selanjutnya tipe Boeing 737,” kata dia.
Sumber Kontan, edit koranbumn