Perusahaan pembangkitan listrik, PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) memperluas uji coba penggunaan serbuk kayu untuk campuran batu bara di sejumlah pembangkit listrik tenaga uap.
Kepala Bidang Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan PJB Ardi Nugroho menjelaskan pembangkit perseroan ada yang sudah go life alias terus menggunakan campuran serbuk kayu, serta ada yang uji coba.
PLTU Paiton 1 dan 2 sudah setiap hari menggunakan campuran serbuk kayu (co-firing) dalam memproduksi listrik. Teknisnya serbuk yang dihimpun dari kawasan sekitar dicampur dengan batu bara kemudian dibakar untuk memanaskan boiler.
“Paiton 1 dan 2 sudah berjalan empat bulan. Per bulan 1.000 ton serbuk kayu. Potensinya bisa menampung 15.000 ton serbuk kayu per bulan,” jelasnya dalam webinar bertema Efektivitas dan Potensi Biomassa dalam Cofiring Pembangkitan, Kamis (24/9/2020).
Penggunaan serbuk kayu dalam industri pembangkitan listrik sejalan dengan target bauran energi baru terbarukan 23 persen pada 2025.
Menurutnya masyarakat dengan berkelompok bisa menghimpun limbah kayu, menjadikan serbuk dan memasok ke PJB. Sedangkan selama empat bulan terakhir, PJB lebih mengandalkan pasokan dari pemasok besar/industri kayu.
“Jadi ini ada masalah feedstock [bahan baku] karena ekosistem belum terbentuk. Ini potensinya ke depan sebenarnya,” jelasnya. Selain serbuk kayu, cofiring juga bisa menggunakan cangkang sawit maupun pellet kayu.
Ardi menjelaskan perseroan juga uji coba cofiring serbuk kayu di PLTU Paiton 9, 1×660 MW pada 8 September. Berbahan serupa dilakukan uji coba pula di PLTU Pacitan 2×300 MW pada 2 September.
PJB secara total telah melakukan uji coba di 11 PLTU di Pulau Jawa, Kalimantan maupun Nusa Tenggara dengan cofiring bervariasi menyesuaikan pasokan bahan sekitar lokasi, mulai pellet kayu, serbuk kayu, maupun cangkang sawit.
“Rencana ke depan uji coba di PLTU Bolok, PLTU Tembilahan, PLTU Pulang Pisau dan PLTU Bangka,” tutur Ardi.
Peneliti Pusat Penelitian Energi Berkelanjutan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Ary Bachtiar Krishna Putra menjelaskan penggunaan biomassa untuk cofiring memiliki manfaat ke masyarakat setempat.
Ary menjelaskan pemanfaatan limbah pohon juga bisa digunakan untuk pembangkit biomassa skala kecil. Kota Surabaya misalnya, coba memanfaatkan limbah kebun untuk membangkitkan 5 Kw.
“Memang masih untuk menerangi TPS [Tempat Pembuangan Sementara]. Tapi Surabaya tertarik mengembangkan di sejumlah titik,” jelasnya pria yang juga Ketua Tim Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) TPA Benowo, Surabaya.
Menurutnya sistem pembangkit listrik tenaga biomassa merupakan pilihan terbaik jangka pendek yang hemat biaya, efisien dalam skala besar dan berdampak luas bagi masyarakat secara ekonomi.
Sumber Bisnis, edit koranbumn