Sejumlah anggota tim pemenangan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang baru saja ditunjuk menduduki kursi komisaris di badan usaha Milik Negara. Mereka adalah Ulin Ni’am Yusron, Eko Sulistyo, dan Dyah Kartika Rini Djoemadi.
Mengutip Tempo.co, ketiga orang itu mulai bekerja menjadi komisaris BUMN pada Oktober 2020. Ulin, yang pernah tercatat sebagai Dewan Penasihat Relawan Teman Jokowi dalam Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019, didapuk menjadi Komisaris Independen PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC).
Penunjukan Ulin dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Nomor: SK-319/MBU/10/2020 tanggal 08 Oktober 2020.
Tak lama setelah kabar diangkatnya Ulin Yusron sebagai komisaris ITDC, bekas relawan Jokowi lainnya, Eko Sulistyo, diangkat menjadi Komisaris PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) alias PLN.
Eko adalah mantan Deputi IV Kantor Staf Kepresidenan (KSP) periode 2014-2019. Dia juga tercatat pernah menjadi tim sukses Jokowi sejak di Solo.
Teranyar, eks tim sukses Jokowi yang diangkat menjadi komisaris perusahaan pelat merah adalah Dyah Kartika Rini Djoemadi. Pengangkatan Dyah Kartika Rini diungkapkan oleh akun media sosial Jasa Raharja.
“Selamat kepada Ibu Dyah Kartika Rini yang telah diangkat sebagai Komisaris Independen PT Jasa Raharja,” tulis dalam akun Instagram Jasa Raharja, yang dilihat pada Rabu, (28/10/2020).
Dilansir dari akun Linked in milik Dyah Kartika Rini, wanita kelahiran Jakarta itu juga tercatat sempat menjadi Komisaris PT Danareksa sejak 2015.
Dyah merupakan lulusan Universitas Indonesia program Master of Science and Communication, dan program doktor ekonomi dan manajemen. Dyah juga sempat mengemban pendidikan di University of Cambridge, Business/Managerial Economics.
Dyah Kartika Rini Djoemadi merupakan relawan Jokowi dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 2012 dan pemilihan presiden RI pada 2014.
Dyah bersama dengan Sony Subrata, Alexander Ferry Wijaya, dan Alexander Jerry Wijaya mendirikan sebuah wadah berkumpulnya relawan media sosial atau Jokowi Advanced Social Media Volunteers (Jasmev) pada 2014. Adapun, jumlah relawan yang dikumpulkan mencapai lebih dari 30 ribu orang.
TRANSAKSI POLITIK
Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih mengatakan penempatan para bekas tim sukses Jokowi di kursi-kursi komisaris BUMN adalah bentuk transaksi politik atau politik balas budi dari pemerintah kepada mereka. Alamsyah menilai dalam politik tak ada istilah relawan, yang ada adalah kontraktor politik yang bekerja sesuai kepentingan kliennya.
“Jadi ada eranya mereka menuntut sesuatu untuk menempatkan mereka pada posisi-posisi yang mereka mendapat logistik lebih tetap dan melanjutkan perannya. Jadi tidak ada relawan. Jadi mereka buruh politik yang menagih balas budi,” ujar dia.
Karena itu, ia melihat praktik-praktik menempatkan para pendukung pemerintah di posisi komisaris menjadi hal yang kerap terjadi.
Namun demikian, Alamsyah saat ini belum bisa mengomentari kinerja para komisaris dari kalangan pendukung pemerintah ini. Boleh jadi, kata dia, mereka yang terpilih memang memiliki kompetensi sesuai kebutuhan masing-masing pelat merah.
Ia memastikan Ombudsman akan terus memantau dan mendalami persoalan penempatan komisaris ini, untuk kemudian menyarankan solusi perbaikan sistem ke depannya.
“Kami akan lihat terkait komisaris bukan hanya soal rangkap jabatan, tapi juga penempatan para politikus lepas ini, politikus yang berafiliasi ke pemerintah. Mereka juga sekarang sudah mengambil posisi-posisi. Persoalan mereka kompeten atau tidak kami akan lihat ke depannya,” tutur Alamsyah.
Kritik mengenai komisaris BUMN ini bukan baru pertama kali dilontarkan Ombudsman. Pada Agustus 2020 lalu, lembaga tersebut sempat menyurati Presiden Jokowi untuk memberi saran perbaikan ihwal polemik rangkap jabatan dan rangkap penghasilan Komisaris BUMN. Ombudsman menyarankan Jokowi segera menerbitkan Peraturan Presiden untuk menyelesaikan masalah ini.
Kala itu, Alamsyah mengatakan Perpres akan memperjelas batasan dan kriteria dalam penempatan pejabat struktural dan fungsional aktif sebagai komisaris BUMN serta pengaturan sistem penghasilan tunggal bagi perangkap jabatan yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
“Selanjutnya saran Ombudsman adalah agar Presiden melakukan evaluasi cepat dan memberhentikan para Komisaris Rangkap Jabatan yang terbukti diangkat dengan cara yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Alamsyah dalam keterangan tertulis.
Alamsyah mengatakan saran lain dari Ombudsman adalah agar Jokowi memerintahkan Menteri BUMN Erick Thohir untuk melakukan perbaikan terhadap Peraturan Menteri BUMN.
Sekurang-kurangnya Permen itu harus mengatur secara lebih jelas mengenai penetapan kriteria calon komisaris, sumber bakal calon, tata cara penilaian dan penetapan, mekanisme serta hak dan kewajiban komisaris di BUMN dan akuntabilitas kinerja para komisaris BUMN.
Saran perbaikan tersebut, kata Alamsyah, merupakan hasil asesmen dan pemantauan Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas sebagai pengawas BUMN dan BLU yang dilakukan sejak 2017.
Selanjutnya pada 2020 Ombudsman melakukan inisiatif pemeriksaan dengan memanggil Kementerian BUMN, Lembaga Administrasi Negara (LAN), dan BPKP serta berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan melakukan pembahasan bersama KPK.
KONFIRMASI KBUMN
Dalam kesempatan terpisah, Staf Khusus Bidang Komunikasi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Arya Sinulingga, menjelaskan alasan di balik ditunjuknya sejumlah relawan Jokowi sebagai komisaris pelat merah. Ia mengatakan orang-orang tersebut memiliki kompetensi yang dibutuhkan oleh perseroan.
Misalnya saja Ulin Yusron, kata Arya, yang diberi tugas khusus mengembangkan promosi wisata Mandalika.
“Kami melihat ITDC sedang mengembangkan dirinya. Kami pingin ada komisaris yang kuat di bidang promosi karena ITDC punya beberapa daerah dan yang terbaru adalah Mandalika,” ujar Arya saat dihubungi Tempo pada Minggu (25/10/2020).
Arya menjelaskan, Kementeriannya yakin dengan latar belakang Ulin sebagai wartawan dan pendiri media nasional. Ulin, tutur Arya, memiliki pengalaman yang berhubungan dengan pemasaran melalui jalur media.
“Mungkin banyak yang tidak tahu kalau Ulin latar belakangnya dari media. Ulin itu yang membuat Berita Satu. Banyak yang enggak paham kalau pariwisata berhubungan dengan promosi,” ucap Arya.
Ulin sebelumnya sempat berkarier sebagai wartawan di Mingguan Ekonomi dan Bisnis KONTAN sampai 2008. Dia juga mendirikan situs Beritasatu.com dan mengelolanya sampai 2013. Dia sempat menggeluti dunia private investigation dan menjadi konsultan beberapa media online pada rentang 2009-2013.
Begitu pula dengan Eko Sulistyo. Arya menuturkan penunjukan Eko di jajaran dewan komisaris perusahaan pelat merah akan membawa PLN berfokus ke pelayanan masyarakat.
“Kami butuh orang-orang yang mumpuni di bidang penanganan masyarakat. Dengan support dan pengawasan dari Mas Eko, kami harap PLN dapat menangani pelayanan-pelayanan kepada masyarakat dengan baik,” kata dia.
Menurut dia, pengalaman Eko di kedeputian yang bersinggungan dengan pelayanan terhadap masyarakat sudah malang-melintang. “Selama di deputi, dia menangani hal-hal di sosial kemasyarakatan dan yang berhubungan dengan publik serta konsumen.”
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan penempatan komisaris dengan latar belakang afiliasi politik merupakan hal yang tidak terhindarkan. Sebab, secara realistis, ia melihat BUMN hidup di dalam lingkungan dengan para pemangku kepentingan yang berupaya menanamkan pengaruhnya.
“Jadi calon dengan background politik juga tidak terhindarkan. Yang penting mereka profesional dan melepaskan atribut dan afiliasi politik saat ditunjuk sebagai dewan komisaris,” tutur Toto.
Di samping itu, ia mengatakan para komisaris terpilih sebaiknya memiliki kompetensi dasar paling tidak paham membaca analisis keuangan perseroan, paham nature of business perseroan, serta paham regulasi yang mengatur industrinya.
Dengan demikian, Toto mengatakan penunjukan relawan sah-sah saja, sepanjang rekam jejak kompetensinya sesuai kebutuhan, tidak memiliki catatan tercela, serta memiliki waktu yang cukup sebagai anggota dewan komisaris. Selanjutnya, ia menyarankan pemerintah terus memantau kinerja para dewan komisaris yang telah ditunjuk.
“Kalau dalam periode setahun menjabat misalnya tidak perform, maka yang bersangkutan bisa dicopot saja,” ujar Toto.
Sumber Bisnis, edit koranbumn