Otoritas Jasa Keuangan bakal merevisi regulasi mengenai urun dana saham atau equity crowd funding, mulai dari sisi kriteria penerbit hingga jenis efek yang ditawarkan.
Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal IA OJK Luthfy ZaiN Fuady mengatakan langkah ini dilakukan sebagai upaya mengakomidasi kebutuhan sektor usaha kelas menengah (UKM) dalam mencari pendanaan di pasar modal.
Pasalnya, sejak aturan crowd funding ini dirilis pada 2018 hingga saat ini, baru ada 111 ‘emiten’ yang menggunakan equity crowd funding sebagai alat untuk mencari pendanaan, dengan emisi yang hanya sekitar Rp50 miliar.
“Ini artinya kecil sekali. Kita cari tahu kenapa nggak tumbuh dengan bagus ternyata banyak UKM yang bentuk hukumnya belum PT,” tutur Luthfy dalam paparannya di Media Gathering Pasar Modal 2020, Selasa (1/12/2020)
Berdasarkan POJK 37/POJK.04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding), badan usaha yang diperkenankan melakukan crowrdfunding hanya yang berbentuk perseroan terbatas (PT) atau koperasi.
Untuk itu, dalam aturan baru, pasal ini akan diperluas sehingga badan usaha lain selain PT dan koperasi, seperti badan usaha yang berbentuk CV, NV, firma dan sebagainya, juga dapat melakukan crowdfunding di pasar modal.
Selain kriteria penerbit, OJK juga memperluas jenis efek yang ditawarkan melalui crowdfunding, dari yang sebelumnya hanya efek saham, nantinya ditambah dengan efek bersifat surat utang dan sukuk (EBUS).
Luthfy mengharapkan dengan adanya revisi aturan equity crowd funding menjadi securities crowdfunding akan membuat kesempatan penggalangan dana di pasar modal terbuka lebih lebar bagi UKM.
“Momen ini pas sekali kalau tahun ini kita keluarkan POJK ini, tahun depan mulai,” tukasnya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn