Langkah dua bank BUMN, yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) dalam penerbitan green bond senilai Rp5 triliun tahun ini, menjadi sinyal bahwa kesadaran perbankan untuk memitigasi perubahan iklim lewat pembiayaan ke sektor hijau semakin tebal.
Pada saat bersamaan, para investor juga mencerminkan kesadaran serupa. Surat utang lingkungan itu tetap terserap optimal meski penawaran kupon lebih rendah dibandingkan obligasi konvensional dengan peringkat yang sama.
BRI melalui aksi korporasi terbarunya, merilis green bond atau obligasi berwawasan lingkungan berkelanjutan I. Aksi ini menargetkan penghimpunan dana sebesar Rp15 triliun, dengan jumlah emisi tahap I sebanyak Rp5 triliun.
Sementara itu, BNI juga menerbitkan green bond, yang terdiri atas Seri A dan B. Seri A menawarkan nilai pokok Rp4 triliun dengan bunga 6,35 persen per tahun, sedangkan Seri B sebesar Rp1 triliun dengan bunga 6,85 persen per tahun.
Chairman and Executive Director of the National Center for Sustainability Reporting (NCSR), Ali Darwin, mengatakan bahwa semangat dua bank pelat merah dalam merilis obligasi hijau tersebut akan menjadi modal dalam membiayai proyek-proyek ekonomi hijau.
Dengan menerbitkan green bond, perbankan dinilai punya komitmen kuat untuk menyalurkan pembiayaan ke proyek berwawasan lingkungan. Ini juga sejalan dengan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang menyebutkan obligasi hijau hanya dapat diterbitkan untuk membiayai kegiatan usaha berwawasan lingkungan atau KUBL.
“Prospek green bond itu menarik sekali saat ini. Proyek hijau semakin banyak dan bank butuh sumber pendanaan yang besar,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (28/6/2022).
Sebagai konteks, KUBL yang dimaksud oleh OJK adalah proyek yang bertalian dengan energi terbarukan hingga bangunan hijau. Menurut OJK, estimasi terkait pembiayaan iklim di Indonesia pada 2016 – 2030 diperkirakan mencapai US$458 miliar.
Sementara itu, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto juga menilai bahwa prospek green bond sangat menarik. Dalam lingkup global, surat utang ini turut memiliki basis investor yang kuat.
Menurutnya, obligasi hijau memberikan kesempatan bagi investor untuk ikut berkontribusi dalam upaya membuat bumi lebih layak huni. Sementara bagi perbankan, hal ini akan memberikan nilai tambah dari segi citra.
“Perusahaan akan mendapatkan persepsi yang lebih baik. Terlebih saat ini banyak investor semakin peka terhadap isu lingkungan,” katanya.
Di sisi lain, Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan bahwa tren investasi berbasis environmental, social and governance (ESG) di Indonesia terus berkembang optimal dalam beberapa tahun belakangan.
Hal tersebut terlihat dari meningkatnya jumlah produk serta dana kelolaan reksa dana berbasis ESG. Sampai dengan Mei 2022, terdapat 17 produk reksa dana dan exchange traded fund (ETF) berbasis ESG dengan jumlah dana kelolaan US$2,3 triliun.
“Jumlah dana kelolaan ini meningkat lebih dari 50 kali lipat dibandingkan dengan 2016 lalu, di mana terdapat 1 produk dengan dana kelolaan sebesar Rp42 miliar,” ujar Plt Direktur Utama BEI Hasan Fawzi.
Hasan mengatakan, perkembangan investasi berkelanjutan berbasis ESG di Indonesia salah satunya ditopang oleh meningkatnya kesadaran investor terhadap kelestarian lingkungan, isu-isu sosial, serta tata kelola perusahaan yang optimal.
Menurutnya, kini investor tidak hanya memperhatikan potensi return yang akan didapatkan dari sebuah produk. Mereka juga memperhitungkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang akan muncul dari sebuah produk investasi.
LANGKAH LANJUTAN
Seiring dengan langkah penerbitan green bond, baik BRI maupun BNI, semakin optimistis bahwa kinerja green banking pada tahun ini semakin berakselerasi.
Corporate Secretary BNI Mucharom menuturkan bahwa setelah penerbitan green bond mengalami kelebihan pesanan atau oversubscribe hingga 4 kali, perseroan bersiap melanjutkan penetrasi pembiayaan ke proyek-proyek berwawasan lingkungan.
“Tentunya dana yang terhimpun akan langsung kami gunakan untuk mendorong kinerja green banking lebih kuat lagi,” ujarnya.
Mucharom menyatakan emiten bank berkode saham BBNI ini bakal menyalurkan pembiayaan ke KUBL, yang berkaitan dengan energi terbarukan, efisiensi energi, manajemen limbah, hingga penggunaan tanah yang berkelanjutan.
Selain itu, lanjutnya, dana dari green bond akan mengalir ke proyek konservasi keanekaragaman hayati, transportasi ramah lingkungan, pengelolaan air dan air limbah yang berkelanjutan, adaptasi perubahan iklim, gedung berwawasan lingkungan, dan pertanian berkelanjutan.
Direktur Utama BRI Sunarso melihat bahwa pelaku usaha di segmen UMKM memegang peranan penting dalam penerapan prinsip-prinsip ESG, terutama saat ini dan masa depan.
“Oleh karena itu, menjadi hal yang krusial untuk memberikan edukasi dan meningkatkan awareness kepada para pelaku UMKM untuk memastikan keberlanjutan usaha mereka melalui penerapan prinsip-prinsip ESG,” kata Sunarso.
Adapun, sektor KUBL yang akan menjadi sasaran obligasi berwawasan lingkungan BRI di antaranya energi terbarukan, efisiensi energi, pencegahan dan pengendalian polusi, serta pengelolaan SDA dan penggunaan lahan yang berkelanjutan.
Lalu diikuti dengan konservasi keanekaragaman hayati darat dan air, transportasi ramah lingkungan, pengelolaan air dan limbah berkelanjutan, dan adaptasi perubahan iklim.
Dari sisi kinerja, sampai dengan kuartal I/2022 baik BRI maupun BNI mencatatkan kinerja positif dari ekspansi portofolio hijau. BRI, semisal, membukukan penyaluran pembiayaan berkelanjutan sebesar Rp639,9 triliun atau setara 65,6 persen dari total pinjaman.
Sementara itu, portfolio hijau BNI sepanjang Januari – Maret 2022 mencapai mencapai Rp170,5 triliun atau 28,9 persen dari total portofolio kredit perseroan. Pembiayaan ini utamanya diberikan untuk pembiayaan UMKM dengan total portofolio mencapai Rp115,2 triliun.
Sumber Bisnis, edit koranbumn