Sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membukukan pembengkakan utang termasuk kredit ke perbankan. Bahkan, perusahaan pelat merah itu mengalami kesulitan membayar kewajibannya.
PT Perkebunan Nusantara (Persero) alias PTPN memiliki total utang mencapai Rp 43 triliun. Belum lagi Garuda yang mengalami darurat likuiditas, begitupun dengan BUMN Karya.
Dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, Erick mengungkapkan, utang yang menggunung di BUMN kebanyakan adalah utang lama. Erick pun meminta dukungan parlemen untuk memastikan restrukturisasi utang yang dijalankan oleh sejumlah perusahaan plat merah tidak sekadar untuk menunda persoalan semata.
Bank Rakyat Indonesia (BRI) mencatatkan non performing loan (NPL) kredit ke BUMN sebesar 0,62% per September 2021. Sekretaris Perusahaan BRI, Aestika Oryza Gunarto menyebut, angka tersebut membaik apabila dibandingkan dengan posisi yang sama tahun lalu (2020) sebesar 1,32%.
“Strategi BRI dalam pengelolaan NPL yakni preventif dan antisipatif. Langkah2 yang dilakukan perseroan dalam menjaga kualitas kredit yang disalurkan diantaranya membentuk cadangan yang cukup. Juga melakukan stress test dan melakukan review portofolio secara berkala, serta melakukan monitoring secara intensif,” ujar Aestika
BRI telah menyalurkan kredit korporasi ke perusahaan BUMN dengan total nilai Rp 80,9 triliun. Nilai ini tercatat terkontraksi 7,5% yoy dibandingkan posisi yang sama tahun lalu Rp 86,7 triliun. Sebesar 20,5% disalurkan kepada sektor konstruksi, 19,9% kepada sektor kelistrikan, gas dan air, serta 8,4% kepada sektor transportasi.
Adapun Bank Mandiri mencatatkan total portofolio kredit BUMN Karya mencapai Rp 18 triliun hingga September 2021. Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri, Rudi As Aturridha menyatakan sebagai upaya antisipasi penurunan kualitas kredit, Bank Mandiri melakukan penguatan monitoring atas progres penyelesaian proyek yang dibiayai.
“Juga memastikan termin pembayaran serta perlakuan restrukturisasi pada beberapa debitur BUMN Karya. Per September 2021 pencadangan debitur BUMN Karya mencukupi sesuai tingkat risiko masing-masing debitur sesuai PSAK 71,” ujar Rudi kepada KONTAN.
Mandiri juga telah menyiapkan pencadangan dengan nilai yang memadai. Bank Mandiri membukukan biaya pencadangan atau provisi naik 4,7% yoy dari Rp 15,69 triliun menjadi Rp 16,43 triliun.
Bank Mandiri menyadari pentingnya sektor infrastruktur sebagai salah satu katalisator pertumbuhan ekonomi. “Kami mendukung seluruh pelaku di sektor infrastruktur ini, termasuk BUMN karya yang menjadi kontraktor proyek infrastruktur negara,” papar Rudi.
Maka, Bank Mandiri memberikan kredit di sektor konstruksi secara prudent, untuk mendukung proyek infrastruktur yang telah menjadi program pemerintah atau Proyek Strategis Nasional. Secara kualitas, non performing loan (NPL) sektor konstruksi tetap terjaga baik.
Sedangkan Bank BNI mencatatkan total eksposur kredit ke Garuda Group Rp 5,2 triliun per September 2021. Pembiayaan itu terdiri dari Rp 2,3 triliun untuk induk perusahaan dan sekitar Rp 2,8 triliun kepada anak perusahaan yang bergerak di bidang perawatan pesawat. Sementara sisanya kepada anak perusahaan yang bergerak di bidang makanan dan minuman (Food & Beverage).
“Kami telah meningkatkan loan loss reserve berdasarkan kondisi underlying nasabah, hampir mencapai 60% per September 2021 untuk seluruh eksposur kredit Garuda Group. Meningkat 8% pada Desember 2020,” ujar David Pirzada, Direktur Manajemen Risiko BNI dalam Analyst Meeting kuartal III-2021 belum lama ini.
Ia menambahkan, khusus untuk induk perusahaan yakni Garuda Indonesia, BNI telah menyiapkan provision coverage hingga mencapai 100%. Kendati demikian, BNI sudah berhasil menurunkan non performing loan (NPL) menjadi 3,8% di Desember 2021. Turun 0,5% dibanding posisi Desember 2020 di level 4,3%.
“BNI juga terus melakukan pemantauan dan assessment yang ketat untuk mengetahui kondisi debitur kami dan memberikan support untuk debitur yang mengalami kesulitan di masa pandemi ini,” jelasnya.
Secara keseluruhan kondisi kualitas portfolio BNI lebih baik dibanding tahun 2020 tercermin dari menurunnya rasio loan at risk (LAR) dari 28,7% di Desember 2020 jadi 25,2% di September 2021. BNI juga terus meningkatkan NPL coverage ratio yang naik dari 182% di Desember 2020 menjadi 227% di September 2021.
Asal tahu saja, Bank BNI menyalurkan kredit korporasi senilai Rp 279,9 triliun hingga September 2021. Naik tipis 0,25% yoy dibanding posisi yang sama tahun lalu senilai Rp 279.2 triliun.
Direktur Keuangan BNI, Novita Widya Anggraini menyatakan kinerja kredit bank itu didorong oleh pertumbuhan di segmen lower risk segment. Salah satunya kredit private corporate, tumbuh 5,2% yoy. Kredit ke corporate private BNI mencapai Rp 175,9 triliun di September 2021, naik 5,2% yoy dibanding posisi yang sama tahun lalu Rp 167, 2 triliun.
Namun kredit korporasi ke BUMN turun 7,1% yoy dari Rp 112,0 triliun menjadi Rp 104,0 triliun di kuartal III 2021. BNI mencatatkan NPL di level 3,8% di kuartal ketiga 2021, setara dengan Rp 21,7 triliun.
Sumber Kontan, edit koranbumn