PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menyebut biaya final pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung mencapai US$7,2 miliar atau Rp110,16 triliun (kurs US$1=Rp15.300).
Direktur Utama KCIC, Dwiyana Slamet Riyadi, menuturkan, total biaya tersebut terdiri atas nilai awal proyek sebesar US$6 miliar (Rp91,8 triliun) dan pembengkakan biaya (cost overrun) yang telah disepakati Indonesia dan China sebesar US$1,2 miliar (Rp18,36 triliun).
Dwiyana menjelaskan, pembengkakan biaya tersebut disebabkan adanya biaya-biaya tidak terduga yang belum diperhitungkan. Salah satu komponen cost overrun tersebut adalah investasi persinyalan GSM-R 900 megahertz (mhz).
Dia menjelaskan, penyediaan frekuensi telekomunikasi dan persinyalan GSM-R untuk kereta cepat di China disediakan secara gratis oleh pemerintah setempat. Sementara itu, untuk Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) persinyalan tersebut bekerja sama dengan Telkomsel.
Biaya proyek lain yang belum masuk perhitungan awal juga meliputi penyediaan listrik oleh perusahaan setrum negara, PLN. Meski demikian, Dwiyana tidak mengungkap secara rinci nilai investasi untuk penyediaan listrik tersebut.
“Untuk yang itu persinyalan kita ada nilai investasi sekitar Rp1,2 triliun,” ujar Dwiyana saat dihubungi, Selasa (15/8/2023).
Lebih lanjut, Dwiyana juga memastikan biaya proyek US$7,2 miliar tersebut merupakan angka final yang tidak akan bertambah.
Dia menuturkan, penetapan biaya final tersebut telah disepakati oleh Komite Kereta Cepat yang diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, dan beranggotakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Badan Usaha Milik negara (BUMN) Erick Thohir, serta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Sementara itu, pembayaran untuk cost overrun KCJB akan dibagi sesuai dengan porsi kepemilikan saham dengan konsorsium Indonesia sebesar 60 persen dan konsorsium China sebesar 40 persen.
Dengan demikian, konsorsium Indonesia akan membayar sekitar US$720 juta dan konsorsium China menanggung sekitar US$480 juta yang tersisa.
Dwiyana menjelaskan, dari total cost overrun yang akan dibayarkan oleh konsorsium Indonesia, sebanyak 25 persen akan dibayar menggunakan dana dari PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai pemimpin konsorsium.
Sementara itu, 75 persen lainnya dibayarkan menggunakan pinjaman yang telah disepakati dengan China Development Bank (CDB). Dalam catatan Bisnis pada 5 Juni 2023, besaran pinjaman yang telah disepakati adalah senilai US$550 juta atau sekitar Rp8,3 triliun dengan asumsi kurs US$1 = Rp15.100.
Sumber Bisnis, edit koranbumn