Pemerintah menargetkan pembiayaan utang sebesar Rp696,31 triliun dalam APBN Tahun Anggaran 2023.
Pembiayaan utang tersebut menurun sebesar 8,1 persen jika dibandingkan dengan outlook APBN tahun 2022 sebesar Rp757,55 triliun.
“Sebagian besar pembiayaan utang tahun 2023 akan dipenuhi dari penerbitan SBN,” tulis pemerintah dalam Buku II Nota Keuangan dan RAPBN TA 2023, Selasa (16/8/2022).
Instrumen pinjaman disebutkan akan lebih banyak dimanfaatkan terutama untuk mendorong kegiatan atau proyek prioritas pemerintah.
Rencana pembiayaan utang sebagian besar rencananya dilakukan dalam mata uang rupiah, berbunga tetap, dan dengan tenor menengah–panjang.
Pemerintah menetapkan lima arah kebijakan pembiayaan utang tahun 2023. Pertama, utang sebagai instrumen untuk mendukung pencapaian target pembangunan yang dikelola secara prudent, efisien, dan sustainable.
Kedua, pendalaman pasar untuk mendukung fleksibilitas dan pengendalian vulnerabilitas utang. Ketiga, mengendalikan risiko utang untuk menjaga keberlanjutan fiskal, dan keempat yaitu mengoptimalkan penerbitan SBN di pasar domestik dan sumber utang luar negeri sebagai pelengkap dengan mempertimbangkan biaya dan risiko.
Kelima, memanfaatkan pinjaman tunai dalam kerangka fleksibilitas pembiayaan untuk menjamin pemenuhan pembiayaan guna mendukung agenda pembangunan, dengan tetap mempertimbangkan kapasitas pemberi pinjaman dan ketersediaan underlying.
Pemerintah menegaskan bahwa utang merupakan instrumen untuk mendukung pencapaian target pembangunan dan akan dikelola secara prudent, efisien, dan sustainable.
Meski hingga 2022 batasan defisit masih melebihi 3 persen yang disebabkan oleh penanganan dampak pandemi Covid-19, pemerintah menargetkan defisit kembali ke angka maksimal 3 persen terhadap PDB pada 2023.
Adapun, pemerintah dalam RAPBN TA 2023 menargetkan belanja negara sebesar Rp3.041,7 triliun. Jumlah tersebut meliputi belanja pemerintah pusat sebesar Rp2.230,0 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp811,7 triliun.
Sumber Bisnis, edit koranbumn