Bank Indonesia (BI) optimistis pertumbuhan ekonomi kuartal III akan membaik. Gubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan, industri jasa keuangan masih tumbuh positif dan berpotensi terus meningkat.
“Pertumbuhan sektor jasa keuangan positif 1,03 persen, memang lebih rendah dari kuartal I sebesar 4,49 persen (yoy), tapi itu menunjukkan secara umum sektor jasa keuangan masih tumbuh,” katanya dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Rabu (5/8).
Ini juga yang menjadi salah satu pertimbangan BI untuk menurunkan suku bunga acuan, menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM), hingga quantitative easing. Stimulus restrukturisasi kredit juga dilakukan sehingga kondisi sektor keuangan tetap dijaga stabil.
Perry menegaskan, KSSK tetap waspada pada segala kemungkinan dan mendorong agar semua pihak bergandengan memulihkan ekonomi. Menurutnya, puncak dampak pandemi pada perekonomian terjadi pada bulan April-Mei 2020 dan berangsur membaik.
Saat itu dilakukan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) secara masif sehingga berdampak dalam pada beberapa sektor. Misal, kontraksi terdalam terjadi pada sektor transportasi dan pergudangan.
Dari sisi konsumsi rumah tangga pun kontraksi cukup dalam sehingga pemerintah memberikan stimulus berupa bantuan sosial. Menurutnya, belanja bantuan sosial dari pemerintah juga membantu mencegah penurunan konsumsi rumah tangga yang lebih dalam.
“Kita semua saat ini konsentrasinya bagaimana mempercepat pemulihan ekonomi di kuartal III di tengah pandemi dengan tetap produktif dan menjaga keamanan,” katanya.
Di masa transisi PSBB, diharapkan ekonomi tumbuh dengan penyerapan anggaran yang lebih baik dan penyaluran kredit yang lebih lancar. Menurut data, penurunan pertumbuhan ekonomi domestik terjadi di semua komponen PDB sisi pengeluaran.
Konsumsi rumah tangga mengalami kontraksi 5,51 persen (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan dengan kinerja kuartal I 2020 sebesar 2,83 persen (yoy). Investasi mencatat kontraksi 8,61 persen (yoy), turun dibandingkan dengan kinerja triwulan sebelumnya 1,70 persen (yoy).
Stimulus Pemerintah yang sesuai dengan pola musiman belum kuat juga berpengaruh pada konsumsi Pemerintah yang tercatat kontraksi 6,90 persen (yoy), turun tajam dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal sebelumnya sebesar 3,75 persen (yoy). Selain itu, kinerja ekspor juga terkontraksi 11,66 persen (yoy) akibat pelemahan ekonomi global dan penurunan harga komoditas dunia. Seiring dengan kontraksi permintaan domestik dan ekspor, kinerja impor juga mengalami kontraksi 16,96 persen (yoy).
Sumber Republika, edit koranbumn