Tiga bank milik negara, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI), ditunjuk sebagai pengelola dana kompensasi batu bara (DKB) lewat skema pungut salur mitra instansi pengelola (MIP).
Ketiga bank Himbara tersebut akan mengelola dana kompensasi yang dihimpun dari seluruh transaksi penjualan luar negeri perusahaan tambang batu bara dan menyalurkannya kembali kepada perusahaan batu bara yang telah melakukan transaksi kontrak kewajiban pasok domestic market obligation (DMO).
“Terjadi perubahan skema pengelolaan dana kompensasi batu bara dari badan layanan umum menjadi MIP dan disepakati penunjukkan Himbara sebagai pengelola dana MIP, yaitu Mandiri, BNI, dan BRI,” ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Jakarta, Senin (20/3/2023).
Sementara itu, Kementerian ESDM bakal bertindak sebagai instansi pengelola penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Nantinya seluruh penghimpunan pungutan penjualan perusahaan tambang batu bara itu bakal disalurkan dalam bentuk DKB kepada MIP.
Seperti diketahui, dana himpunan itu disalurkan sebagai bentuk kompensasi kepada perusahaan batu bara yang telah melakukan transaksi kontrak kewajiban pasok domestik atau domestic market obligation (DMO).
Penyaluran kompensasi itu sudah memperhitungkan nilai pengurang dari kewajiban royalti, biaya operasional, serta dana cadangan.
Hanya saja, kata Arifin, implementasi badan pungut salur DKB lewat MIP itu dipastikan kembali mundur ke semester I/2023 lantaran isu pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 11 persen yang belum rampung dibahas saat ini.
“Masih diperlukan pembahasan lebih lanjut karena terkait dengan pengenaan PPN, target pengelolaan dana kompensasi batu bara dapat dimulai semester I/2023, [kalau] isu PPN ini dapat diselesaikan,” kata Arifin.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian ESDM sempat memperkirakan dana kompensasi batu bara yang akan dikelola badan pungutan itu berada di kisaran Rp137,6 trilliun.
Estimasi dana pengelolaan entitas khusus pungutan batu bara itu berdasarkan asumsi harga batu bara acuan (HBA) rata-rata US$200 per ton. Dana kompensasi akan dipungut dari total penjualan batu bara, baik ekspor maupun domestik.
Adapun, perkiraan kebutuhan batu bara DMO untuk PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dan industri lainnya, kecuali smelter, berada di kisaran 134 juta ton setiap tahunnya.
Rasio tarif dihitung lewat perbandingan volume DMO dengan volume penjualan yang ditetapkan secara triwulanan lewat Keputusan Menteri ESDM. Besaran pungutan akan dihitung berdasar pada kalori yang ditambahkan dengan nilai PPN 11 persen.
Sumber Bisnis, edit koranbumn