Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan lampu hijau untuk pembentukan bank digital atau neo bank. Nantinya, bank digital dapat menjalankan bisnisnya hanya melalui saluran elektronik. Menanggapi rencana kebijakan tersebut, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menyatakan, pihaknya berupaya mendorong layanan Mandiri e-channel untuk memenuhi berbagai kebutuhan transaksi nasabah.
Hal ini terutama didorong perubahan pola transaksi nasabah yang kian memanfaatkan alat pembayaran daring sebagai dampak dari revolusi industri 4.0 dan pembatasan aktivitas sosial guna mencegah penyebaran pandemi Covid-19. Saat ini, Bank Mandiri terus mengembangkan dan menyosialisasikan berbagai layanan perbankan digital yang telah dihasilkan.
“Langkah pengembangan itu dilakukan dengan empat strategi khusus yang menyentuh seluruh proses bisnis, yakni digitalisasi proses internal, pengembangan produk digital yang unik, modernisasi channel online, serta penguatan ekosistem digital,” ujar Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rudi As Aturridha
Menurutnya, saat ini sekitar 96 persen dari total 23 juta lebih nasabah melakukan transaksi secara digital baik dengan Mandiri ATM, EDC, Mandiri Online, Mandiri Cash Management, maupun Call Center 14000. “Dan hanya kurang dari lima nasabah yang masih bertransaksi di kantor cabang,” ucapnya.
Rudi menilai, keberadaan kantor cabang tetap dibutuhkan ke depan. Hal ini mengingat para nasabah Bank Mandiri tersebar luas di seluruh Indonesia, baik di kota besar maupun pelosok daerah.
“Kehadiran cabang Bank Mandiri tetap diperlukan, terutama untuk pelayanan terhadap nasabah prioritas serta memenuhi kebutuhan layanan perbankan di daerah pelosok dengan pemahaman tingkat teknologi dan akses jaringan komunikasi yang relatif masih cukup rendah,” ucapnya.
Ke depan, perseroan berupaya menghasilkan produk inovatif perbankan digital yang andal dan praktis, sehingga cocok untuk menjadi bagian dari keseharian masyarakat Indonesia.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan pihaknya akan mendorong digitalisasi produk dan proses bisnis industri jasa keuangan, termasuk memberikan izin bagi Lembaga jasa keuangan untuk memiliki bisnis yang full digital atau bank digital.
“Kami akan memperbolehkan digital bank dan jadi tugas kita bersama bagaimana, meskipun ada digital bank, tapi tidak membuat distorsi kepada pelaku yang existing. Keberadaan kantor fisik bank yang terbatas (minimal) atau tanpa kantor fisik bank,” ujarnya akhir pekan ini.
Menurutnya, pembentukan bank digital merupakan salah satu bentuk respons otoritas terhadap inovasi yang dilakukan industri jasa keuangan. “Inovasi berbagai produk yang boleh dilakukan industri jasa keuangan, yang kita sebut multiple activity business, bisnis yang lebih universal yang sekarang ini sangat terkukung, terutama yang berbasis digital,” ucapnya.
Sumber Republika, edit koranbumn