PT Pertamina belum menunjukkan tanda-tanda bakal melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dalam waktu dekat.
Disisi lain, manajemen Pertamina mengambil langkah korporasi dengan pemberian diskon sebesar 30% menyambut Ramadan tahun ini.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, jika merujuk paparan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengenai kesepakatan OPEC dan non-OPEC dalam memangkas produksi hingga 9,7 juta barel untuk produksi Mei hingga Juni tahun ini.
Langkah tersebut diperkirakan dapat mendongkrak harga minyak. Kendati demikian, Nicke tak merinci apakah penyesuaian baru akan dilakukan sembari kondisi harga minyak dapat membaik.
Ia pun memberikan gambaran, pada saat kondisi harga minyak mentah naik di tahun lalu, pihaknya tidak serta-merta menaikkan harga BBM.
“Ini situasi yang sulit, dan tidak bisa dikaitkan begitu saja, untuk Ramdahan ini kita berikan diskon 30%. Kan itu harganya sudah lebih rendah dari kalkulasi yang beredar publik,” tutur Nicke dalam video conference, Kamis (30/4).
Adapun, diskon ini berlaku untuk produk Pertamax Series dan Dex Series terhitung sejak 27 April hingga 23 Mei 2020. Nicke memastikan sejumlah upaya tersebut adalah langkah yang bisa dilakukan Pertamina saat ini.
Selain itu, pihaknya memastikan di tengah penurunan demand yang terus terjadi, layanan SPBU masih tetap akan berjalan.
Dalam catatan Pertamina, hingga saat ini penurunan demand mencapai 25% secara nasional. Bahkan sejumlah kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Makassar dan Bandung mengalami penurunan demand hingga di atas 50%.
“Jika kebijakan PSBB diberlakukan di daerah-daerah lain maka akan ada penurunan demand signifikan,” ungkap Nicke.
Sebelumnya, Nicke bilang pihaknya melakukan perhitungan dengan dua skenario di mana memunculkan asumsi kehilangan pendapatan di atas 30%.
Skenario pertama yang tergolong skenario berat merupakan hitung-hitungan dengan asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) sebesar US$ 38 per barel dengan nilai tukar Rp 17.500 per dolar AS.
Dengan asumsi tersebut, potensi kehilangan pendapatan mencapai 38% dari target dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun ini sebesar US$ 58,3 miliar.
“Skenario kedua, sangat berat penurunannya 45% karena sangat bergantung pada penurunan ICP. Jadi luar biasa di atas 40%,” tutur Nicke dalam agenda Rapat Dengar Pendapat Virtual dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (16/4).
Skenario kedua yang digunakan Pertamina yakni dengan asumsi ICP sebesar US$ 31 per barel dengan nilai tukar Rp 20 ribu per US$..
Sumber Kontan, edit koranbumn