Beberapa relawan Pertamina yang terjun langsung ke lokasi bencana berbagi pengalaman dalam talkshow yang diadakan bersamaan dengan Bazaar Energi Negeri (BEN) 3, di Lobby Lama Gedung Utama Kantor Pusat Pertamina, Jumat (11/1/2019).
Dalam kesempatan tersebut, empat Srikandi Pertamina, Alih Istik Wahyuni, Dewi Sri Utami, Dian Hapsari Firasati, dan Humaina bercerita kiprah mereka dalam melayani masyarakat terdampak bencana di Lombok, Palu, dan Banten.
Alih Istik bercerita pengalaman pertamanya menjadi relawan ketika gempa bumi terjadi Lombok. Ia menjadi salah satu saksi bagaimana para korban bencana hanya tidur dengan alas seadanya dan tenda yang hanya tertutup dengan terpal.
“Saat itu saya shock karena tidak membayangkan akan separah itu. Di Lombok, kami satu pengungsian dengan korban lainnya. Saat malam saya melihat korban terutama anak-anak kecil tidur dengan alas seadanya, tenda pun hanya terpal di atas untuk menangkal hujan dan panas saja. Jangan dibayangkan tenda itu seperti tenda TNI yang tertutup rapat. Padahal suhu udara di lokasi pengungsian sangat dingin,” beber alih.
Ternyata bencana di Palu lebih parah daripada yang terpikirkan di benak. Banyak kisah sedih yang ditinggalkan di Palu. Suka duka dan saling menguatkan satu sama lain sangat terasa di kota ini.
“Cerita yang tidak pernah terlupakan adalah saat ada gadis kecil penyintas di Palu yang kakinya terluka dan tidak bisa berjalan. Ia menyaksikan ibu dan adiknya tertimpa tembok tiga lapis saat gempa terjadi. Ketika tim medis Pertamina datang, barulah terdeteksi anak itu patah tulang. Dokter segera mengobati dengan alat seadanya, pakai kayu kayu dari hutan. Saat diobati ia teriak sambil memanggil ayah tirinya. Rasanya itu sedih sekali,” imbuh Alih.
Humaina pun punya cerita di Palu. Ia dan tim relawan Pertamina lainnya berusaha menghibur anak-anak dan ibu-ibu yang mengalami trauma dengan kegiatan menarik, seperti games dan membaca buku untuk anak-anak, sedangkan ibu-ibu diajak untuk melakukan kegiatan masak.
“Selain mendistribusi bantuan, kami menjadi pendengar yang baik untuk mereka sebagai bagian dari trauma healing. Jadi saya mendengar semua cerita-cerita korban. Ada seorang ibu yang melihat tetangganya tenggelam di lumpur. Ada juga korban selamat tapi terkena likuifaksi sehingga rumahnya bergeser hingga puluhan meter. Cerita semacam itu yang sering kita dengarkan dari warga yang selamat,” ungkapnya.
Saat bencana menimpa Pandeglang, Banten Pertamina juga mengerahkan relawannya untuk terjun ke lokasi guna memberikan pertolongan. Salah satu yang berada di sana sejak hari-hari pertama setelah bencana adalah Dewi Sri Utami. Pasca tsunami, ia dan tim bukan hanya mendistribusikan logistik ke para pengungsi, namun juga berinteraksi dengan masyarakat terdampak untuk menenangkan dan menghibur masyarakat yang selamat dari bencana.
“Saat di sana kita berinteraksi kepada korban. Banyak ibu-ibu yang stres, dan tugas kita berusaha menenangkan korban. Karena kita di lokasi bencana, kita juga jadi ikut merasakan apa yang dirasakan mereka. Banyak warga yang takut dan trauma. Jadi kita harus berupaya merangkul korban agar proses trauma healing-nya cepat,” katanya.
Sementara Dian Hapsari Firasati menceritakan proses aksi cepat tanggap Pertamina saat suatu daerah terjadi bencana hingga diterima masyarakat terdampak. Ia menjelaskan, yang dilakukan y
Pertama kali adalah mencarikan informasi mengenai bencana tersebut, apakah lokasi operasional Pertamina terkena dampak atau tidak, membuat rilis berita, memetakan lokasi terdampak dan apa paling dibutuhkan korban bencana. Setelah itu, tim Pertamina akan menyiapkan bantuan dan menyalurkannya sambil tetap mendata kebutuhan korban bencana.
“Biasanya kami berhubungan dengan media. Saat tsunami Banten, kami dapat kabar dari media Banten ternyata ada bencana. Kami langsung mengecek kebenarannya dari lembaga BPBD. Koordinasi dengan instansi lain juga sangat perlu agar kita mengetahui titik mana saja yang rawan dan aman, lokasi mana saja yang belum tersentuh bantuan dan lain sebagainya. Setelah cukup informasi, kami berkoordinasi ke dalam untuk memastikan semuanya. Kami laporkan ke manajemen untuk mendapat arahan selanjutnya. Jadi, penyampaian informasi kepada pers melalui rilis, pengiriman relawan dan bantuan merupakan hasil dari sinergi antar fungsi baik di Pertamina maupun dengan pihak terkait lainnya yang menangani bencana,” jelasnya.
Tak lupa keempat relawan Pertamina ini memberikan tips bagi insan Pertamina yang ingin menjadi relawan bencana. Alih Istik berpesan agar para relawan kenal dengan tim dapur umum dan medis, sehingga jika terjadi kelaparan dan sakit bisa segera diatasi. Ia juga menyarankan untuk membawa powerbank, sandal jepit juga jaket. Sedangkan Humaina berpesan untuk “Be Ready”, kemampuan adaptasi, fleksibel, tangguh, dan positive thinking sangat dibutuhkan di lokasi bencana.
Sementara Dewi Sri Utami mengingatkan bagi para relawan untuk selalu berkoordinasi dengan siapa pun baik anggota relawan lain, maupun lembaga atau instansi serta tidak lupa untuk siap melayani para korban. Sedangkan Dian Hapsari memberikan tips untuk selalu mencari informasi terkini atau up to date tentang bencana, apakah berbahaya atau tidak. Kondisi aman atau tidak. Karena keselamatan relawan juga menjadi prioritas dan lebih penting
Sumber PERTAMINA / edit koranbumn.com