Initial Public Offering (IPO) PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel) kian dekat. Berdasarkan informasi yang beredar di pasar, anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) ini dikabarkan bakal menghelat aksi korporasi tersebut pada November mendatang.
Manajemen TLKM belum bersedia mengkonfirmasi kabar tersebut. Namun, berdasarkan data pipeline perusahaan tercatat, Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mengantongi 29 calon perusahaan tercatat.
“Dua di antaranya merupakan anak usaha BUMN,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna belum lama ini.
Kemudian, per 8 September, jumlah pipeline berubah menjadi 23 perusahaan tercatat. Nyoman menyebut, dari pipeline ini terdapat satu perusahaan di sektor teknologi dan satu perusahaan di sektor energi dengan bidang usaha renewable energy atau energi terbarukan.
Salah satu calon perusahaan tercatat berasal dari sektor infrastruktur. Sama seperti Mitratel, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) masuk kategori sub-sektor telekomunikasi dengan sektor infrastruktur.
Sementara, ada dua calon perusahaan tercatat dari sektor energi dalam pipeline tersebut. PT Pertamina Geothermal Energy digadang-gadang menjadi salah satu anak usaha Pertamina yang bakal IPO tahun ini.
Akhir bulan lalu, TLKM kembali memperbesar aset Mitratel dengan mengalihkan 4.000 menara. Dus, Mitratel saat ini memiliki 28.000 menara.
Gani, analis Ciptadana Sekuritas menjelaskan, Mitratel bakal memiliki tenancy ratio sekitar 1,57 kali. Rasio ini memang lebih rendah dibanding TOWR dan TBIG yang memiliki tenancy ratio masing-masing 1,89 kali per kuartal kedua kemarin.
Namun, dari sisi nilai perusahaan, Mitratel memiliki EV/EBITDA di kisaran 10 kali. Nilai ini lebih rendah dibanding TBIG dan TOWR masing-masing di kisaran 20,15 kali dan 14,11 kali menurut data Bloomberg.
IPO Mitratel menjadi salah satu yang paling dinanti investor. Pada saat yang bersamaan, IPO ini juga bakal menguntungkan TLKM. Valuasi TLKM saat ini sebesar 4,8 kali.
“Kami melihat ada gain valuasi yang signifikan,” ujar Gani.
Selain itu, TLKM melalui MDI Ventures setidaknya telah mengelola investasi sekitar US$ 900 juta di lebih dari 50 perusahaan startup.
Sejumlah startup berstatus unicorn juga bakal IPO, sehingga ini menjadi exit startegy bagi emiten saham pelat merah tersebut.
TLKM menargetkan mampu mencatatkan gain sekitar US$ 100 juta sebelum pajak. Ini setara sekitar 5% dari perkiraan laba bersih TLKM menurut perhitungan Gani.
“Monetasi menara dan aset digital akan menopang laba sekaligus pertumbuhan dividen TLKM,” imbuh Gani.
Dia memperkirakan TLKM mampu mencetak keuntungan Rp 22,13 triliun hingga akhir tahun ini. Pendapatannya ditaksir Rp 141,7 triliun.
Adapun realisasi pendapatan tahun lalu sebesar Rp 136,46 triliun. Sedang laba bersihnya sekitar Rp 20,8 triliun.
Mempertimbangkan prospek yang ada, Gani merekomendasikan buy TLKM dengan target harga Rp 4.350 per saham.
Sumber Kontan, edit koranbumn