Pembangunan smelter atau pemurnian tambang mineral PT Freeport Indonesia (PTFI) di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) di Gresik, Jawa Timur, ditargetkan akan beroperasi pada 2023. Smelter ini juga akan yang menjadi terbesar di dunia.
“PT Freeport Indonesia mengebut persiapan konstruksi proyek fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter) tambang di Gresik, Jawa Timur. Smelter yang beroperasi pada 2023 menjadi tempat pengolahan tembaga terbesar di dunia,” ungkap Vice Presiden Corporate Communication PT Freeport Indonesia, Riza Pratama dikutip dari Antara, Minggu (1/3).
Riza menyebut, pembangunan smelter di Gresik telah kerjakan di lokasi yang dulu tanahnya rawa sehingga harus dipadatkan agar posisi smelter tidak bergeser saat terjadi bencana alam seperti gempa bumi.
“Target operasional secara smelter penuh pada 2023 dan memiliki kapasitas pengolahan 2 juta ton konsentrat tembaga per tahun,”ujar Riza.
Riza menyebut, smelter PT FI yang dibangun di Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE) Gresik tersebut diperkirakan menelan dana USD 3 miliar.
Lokasi smelter di Gresik, menurut Riza karena di wilayah Gresik sangat cocok sebab ada pabrik semen yang dapat memanfaatkan hasil pengolahan asam sulfat, perak dan gipsum.
“Ya kenapa smelter Freeport dibangun di Gresik, salah satunya bisa dimanfaatkan pabrik semen untuk mengelola asam sulfat paling dominan,”kata Vice Presiden Corcom Freeport Indonesia Riza Pratama.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Sektor Minerba, Irwandy Arif menyatakan bahwa pengelolaan smelter PT Freeport yang dibangun di Gresik akan menjadi kewenangan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), bukan Kementerian ESDM.
Sementara, smelter perusahaan tambang yang terintegrasi dengan pengolahan hingga pemurnian tambang masih akan tetap menjadi wewenang Kementerian ESDM.
“Jadi, smelter independen seperti Freeport yang di Gresik itu bakal menjadi wewenang Kemenperin. Sedangkan di ESDM itu hanya smelter yang integrated dengan tambang saja,” ujar Irwandy di kawasan Cikini, Senin (24/2).
Adapun, aturan terkait wewenang smelter tersebut sudah didorong masuk ke regulasi pemerintah, entah itu Peraturan Pemerintah (PP), RUU Minerba atau RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Yang pasti, hal ini dilakukan demi penyederhanaan kebijakan supaya pengawasan usaha tambang bisa tepat sasaran.
Sementara, PT Freeport menggelontorkan sekitar USD 600 juta untuk membangun smelter terbesar di dunia tersebut, dan ini hanya tahap awal. Tahun depan, nilainya bisa USD 1 miliar. Smelter tersebut nantinya ditargetkan dibangun pada Agustus 2020 dan selesai 2023 mendatang.
Sumber Merdeka, edit koranbumn