PT Bio Farma (Persero) masih mempelajari lebih lanjut kemungkinan kerja sama dengan AstraZeneca, plc untuk memasok vaksin Covid-19 ke dalam negeri.
Direktur Operasi Bio Farma Rahman Roestan mengatakan pihaknya masih mengkaji beberapa kerja sama untuk memasok vaksin Covid-19 ke dalam negeri. Menurutnya, hal tersebut diperlukan untuk memenuhi aspek kecepatan ketersediaan vaksin di dalam negeri.
“Yang kami utamakan kemandirian, [tapi] untuk kecepatan kami perlu mencari partner global yang sudah siap dengan uji klinis fase III dan beberapa parameter lainnya. Untuk AstraZeneca, kami masih review kemungkinan kerja samanya,” katanya dalam konferensi pers virtual, Kamis (26/11/2020).
Pada paparan Bio Farma saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR, AstraZeneca akan merampungkan uji klinis fase II pada Desember 2020. Adapun, kapasitas produksi vaksin Covid-19 AstraZeneca ditaksir mencapai 3 miliar dosis per tahun.
Bio Farma berencana untuk menggunakan skema contract manufacturing organization (CMO) dengan AstraZeneca. Adapun, permintaan vaksin AstraZeneca yang akan dipasok adalah 100 juta dosis pada 2021.
Rahman menyatakan beberapa parameter seperti suhu, skema logistik, dan skema distribusi suatu vaksin akan menjadi catatan penting dalam melakukan kerja sama pasokan vaksin Covid-19 pada 2021. Rahman menilai hal tersebut penting mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dengan suhu tropis.
“Tentu ada penyesuaian yang kami kaji betul. Semua potensi kerja sama dengan partner global harus kami review secara komprehensif,” ucapnya.
Seperti diketahui, vaksin Covid-19 besutan AstraZeneca diberi nama AZD1222. Dilansir dari laman resmi AstraZeneca, efikasi AZD1222 memiliki rentang efikasi antara 62-90 persen.
Besarnya perbedaan efikasi tersebut disebabkan oleh perbedaan dosis yang diberikan pada relawan uji klinis fase III vaksin tersebut. Efikasi di level 90 persen dicapai dengan pemberian dosis 50 persen pada 2.741 relawan, sedangkan dosis penuh pada 8.895 relawan menunjukkan efikasi sebesar 62 persen.
Namun, AstraZeneca menyatakan perlu adanya akumulasi data dan analisis tambahan yang harus dilakukan untuk menghasilkan analisis yang lebih tajam.
Kepala BPOM Penny S. Lukito menilai industri farmasi nasional telah memiliki kapasitas untuk memproduksi vaksin untuk manusia. Seperti diketahui, produsen vaksin untuk manusia saat ini diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero), sedangkan produsen vaksin lainnya ditujukan untuk hewan.
“Moderna belum [melakukan diskusi terkait uji klinis maupun komersialisasi vaksin di dalam negeri], tapi Pfizer, AstraZeneca, dan Sputnik, mereka akan mencari mitra industri farmasi yang ada di sini,” katanya.
Adapun, Presiden Direktur PT AstraZeneca Indonesia Se Whan Chon mengungkapkan bahwa perusahaan berkomitmen untuk mendukung akses yang luas dan merata terhadap calon di Indonesia, sehingga seluruh bangsa Indonesia dapat mengatasi pandemi ini bersama-sama.
Letter of intent ini ditandatangani oleh Se Whan Chon, Presiden Direktur PT AstraZeneca Indonesia; dan Oscar Primadi, Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan, dan disaksikan oleh Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan Vice President AstraZeneca Sjoerd Hubben di Kedutaan Besar Indonesia di London, Inggris.
Terkait kerja sama itu, Sekretaris Jenderal Kemenkes Oscar Primadi menyatakan Indonesia berminat membeli kandidat vaksin dari AstraZeneca PLC untuk pengadaan sebanyak 100 juta dosis pada 2021.
“Dengan penandatanganan Letter of Intent ini, Kementerian Kesehatan dan AstraZeneca berniat untuk menuntaskan perjanjian pembeliaan dimuka pada akhir Oktober 2020, sehingga kami dapat memberikan akses vaksin Covid-19 kepada seluruh masyarakat Indonesia,” kata Oscar melalui keterangan resmi.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan pemerintah tengah melakukan negosiasi kepada AstraZeneca untuk pengadaan 100 juta dosis vaksin. Bahkan, Airlangga mengatakan pemerintah siap memberikan uang muka senilai US$250 juta atau Rp3,67 triliun (dengan kurs Rp14.700).
“Pemerintah sudah menyiapkan pengadaan vaksin dan sekarang Menkes maupun Menteri BUMN sedang negosiasi final dengan AstraZeneca. Kita menyiapkan untuk pengadaan 100 juta dan untuk itu diperlukan down payment sebesar 50 persen atau US$ 250 juta,” tuturnya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn