Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memberi respons atas isi surat yang dikirim Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir beberapa waktu lalu. Salah satu poin dari isi surat itu adalah mendorong pelaku usaha menggunakan listrik yang disediakan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) dengan membatasi pemberian izin usaha penyediaan listrik dan captive power.
Komite Investasi BKPM Rizal Calvary Marimbo menilai bahwa langkah tersebut sudah tepat, karena sepatutnya pemerintah mendukung utilisasi daya yang oversupply di PLN. Menurut Rizal, surat tersebut tidak berpengaruh banyak pada risiko investasi secara umum. Justru, dapat memicu persepsi positif pada iklim investasi secara keseluruhan.
“Kurang tepat bila ada yang bilang surat itu akan berekses kepada penurunan persepsi risiko investasi secara umum. Justru pantauan kami persepsinya positif. Sebab, dulu itu, ketika investor mau masuk dia tanya ada listriknya nggak. Sekarang, listriknya melimpah di PLN. Tinggal cantolin masuk ke sistem, terus kirim ke pabriknya. Artinya, ada kemajuan akses listrikan di ease of doing businessnya,” ujar Rizal melalui keterangan tertulisnya, Senin (12/10).
Rizal menjelaskan, dalam beberapa tahun belakangan Ease of Doing Business (EODB) Indonesia terus membaik. Salah satu kontributornya adalah peringkat kemudahan akses listrik yang terus membaik. Dalam laporannya baru-baru ini, Bank Dunia menyoroti sejumlah faktor yang mendukung kemudahan bisnis di Indonesia antara lain proses untuk memulai bisnis, urusan perpajakan, kegiatan perdagangan lintas batas dan kemudahan akses listrik.
“Saya baru ngobrol-ngobrol sama investor Malaysia. Dia bilang, baru extension pabriknya di Subang, sebab listrik sudah ada di PLN. Kalau dia bangun sendiri 2-5 MW misalnya, biaya investasinya besar lagi. Justru dia pakai listrik yang eksisting malah efisien,” ujar Rizal.
Menurutnya, melimpahnya pasokan listrik ini malah akan mempercepat investasi secara keseluruhan. Ia menilai dengan membangun pembangkit baru sebenarnya malah membuat nilai investasi menjadi lebih tinggi.
“Sebab daya listrik sudah ada. Buat apa bangun pembangkit baru. Apalagi biaya investasi bangun pembangkit biasanya sampai 70 persen dari total investasi. Pabriknya sudah ada tapi listrik belum ada. Sebab tunggu pembangkit yang masih sedang dibangun. Tinggal tugas PLN adalah bagaimana menjaga kehandalan layanan listriknya,” kata Rizal.
Sumber Republika, edit koranbumn