PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menilai pembentukan holding ultra mikro yang direncanakan Kementerian BUMN akan berdampak positif bagi kinerja bisnis PT Permodalan Nasional Madani (Persero) dan PT Pegadaian (Persero). Hal positif yang dirasakan penurunan tingkat bunga pembiayaan dan keberlangsungan usaha.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan besaran penurunan sekitar tiga persen bagi Permodalan Nasional Madani dan sebesar 1,5 persen bagi Pegadaian. “Paling utama dirasakan bagi debitur PNM dan Pegadaian adalah penurunan tingkat suku bunga pinjaman dari posisi saat ini, sehingga efisien,” ujarnya kepada wartawan, Rabu (3/1).
Sunarso menjelaskan efisiensi suku bunga dapat dilakukan dua cara. Pertama ekses likuiditas dari BRI yang rata-rata setiap hari BRI memiliki cadangan sekunder atau secondary reserve sebesar Rp 150 triliun.
“Secondary reserve Rp 150 triliun ditempatkan pada money market dengan yield atau imbal hasil tiga persen, sedangkan pendanaan PNM dan Pegadaian sumber pendanaanya dari loan atau pinjaman, dari instrumen masih di atas lima persen. Jadi kalau bisa itu mendapatkan pendanaan dari BRI secara langsung,” jelasnya.
Kedua, Permodalan Nasional Madani dan Pegadaian bisa melakukan surat utang dengan tingkat bunga yang lebih rendah jika diberikan penjaminan oleh BRI. “Jadi keuntungan pertama mengefisienkan cost of fund, yang kedua adalah mengefisienkan overrated cost karena jaringannya bisa digunakan bersama-sama,” ucapnya.
Sunarso menyebut penurunan tingkat bunga pembiayaan akan memiliki selisih yang jauh jika dibandingkan lembaga lain atau bahkan yang diberikan oleh rentenir. Sebab, nantinya pembentukan holding akan memperbesar sebaran perusahaan ke pengusaha ultra mikro yang jumlahnya 30 juta dan belum tersentuh lembaga keuangan formal.
“Coba liat berapa mereka dapat dana dimana. Mereka ambil dari rentenir ambil empat kembali enam dan kembali pertahun bisa 100 persen sampai 500 persen,” tegasnya.
Selain dari sisi cost yang dikenakan kepada nasabah, nantinya juga ada efisiensi dari sisi offer rate cost, karena penggunaan jaringan yang digunakan bersama oleh ketiga perusahaan. Saat ini bisnis Pegadaian mulai terganggu adanya pembiayaan fidusia dengan agunan sertifikat dan fintech yang sama sekali tidak memerlukan agunan.
“Pegadaian tantangannya adalah kalau ternyata pembiayaan berbasis fidusia itu lebih cepat dan fintech lebih cepat dan tidak harus menyerahkan barang, maka market gadai sendiri akan menjadi mix market yang pertumbuhannya terbatas sehingga kalau mau survive ya memang harus ikut-ikutan masuk di fidusia dan bahkan fintech,” jelasnya.
Sunarso menilai pembentukan ekosistem ultra mikro akan membuat bisnis masing-masing perusahaan tetap akan pada core-nya. Dari sisi kepemilikan, kata Sunarso, saham Pegadaian dan PNM masih berupa saham dwiwarna yang dimiliki oleh pemerintah.
Dari sisi lain, peleburan tersebut tidak akan memengaruhi karyawan masing-masing karyawan pada tiga BUMN tersebut.
“Bahwa outlet Pegadaian atau PNM dan orang-orangnya itu tetap akan bekerja seperti semula, jadi memang tidak ada perubahan bahkan mungkin diberikan kesempatan untuk menggunakan outlet BRI yang lebih luas, kira-kira itu tentang outlet dan orang,” katanya.
Merger tersebut, berdasarkan diskusi bersama Kementerian BUMN dijelaskannya tak akan mengganggu bisnis masing-masing, baik BRI, PNM, maupun Pegadaian. “Dengan dimasukkan ekosistem ini sesungguhnya adalah justru untuk menjaga masing-masing supaya tetap fokus bisnis model dan kulturnya masing-masing. Jadi, PNM jadi makin fokus group lending dan menangani yang belum layak ke bank. Pegadaian makin fokus digadai yang memberikan pinjaman berdasarkan hukum gadai,” ucapnya.
Sumber Republika, edit koranbumn