PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) bersama United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia dan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), siap mengembangkan Green Zakat Framework dan bertekad menjadi yang terdepan dalam implementasinya pada masa mendatang. Hal ini disampaikan saat Forum Group Discussion di Kantor BSI Jakarta.
Inisiatif green zakat (zakat hijau) yang telah diluncurkan dalam acara World Zakat and Waqf Forum pada November 2024 lalu bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui optimalisasi implementasi program green zakat.
Wakil Direktur Utama BSI Bob T Ananta mengatakan upaya pengembangan Green Zakat Framework menjadi semakin penting karena keuangan berkelanjutan menjadi bagian dari Asta Cita pemerintah. Tujuannya memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan, alam, dan budaya serta mendorong kemandirian bangsa melalui ekonomi hijau.
“Hal ini juga merupakan upaya mengatasi isu perubahan iklim, yang memerlukan tindakan dan kebijakan yang mampu mendorong transformasi sektor keuangan. BSI sebagai lembaga keuangan syariah yang berpegang pada 3P (people,profit,planet) memiliki tekad kuat untuk mewujudkan Asta Cita pemerintah salah satunya dukungan pencapaian Net Zero Emission Indonesia pada 2060” ujar Bob.
Upaya perseroan dalam mengimplementasikan ESG secara kontinu dilakukan diantaranya penandatangan komitmen Climate Risk Management and Scenario Analysis (CRMS), pengembangan digital carbon tracking untuk perhitungan emisi karbon dan yang terbaru menandatangani nota kesepahaman dengan Bappenas untuk memperkuat kolaborasi dalam pengembangan ekosistem ekonomi syariah di Indonesia. Zakat menjadi instrumen keuangan sosial syariah yang sangat esensial di Indonesia.
“Terkait konsep green zakat, BSI selama ini sudah mengeksplorasi pendayagunaan dana zakat sebagai potensi pendanaan baru yang inovatif untuk mendukung program-program sosial dan lingkungan terkait perubahan iklim sesuai prinsip kepatuhan syariah. Semangat ini menciptakan nilai (value creation) ESG yang holistik dan semakin mengukuhkan keselarasan dan kekhasan antara prinsip syariah dan keuangan berkelanjutan,” kata Bob menegaskan.
Sebagai gambaran, BSI sebagai bank syariah mengalokasikan 2,5% dari pendapatan operasionalnya sebagai zakat korporasi. BSI telah menyalurkan zakat perusahaan sebesar Rp232 miliar tahun 2024. Jumlah penerima manfaat total mencapai 225.700 orang yang tersebar di bidang kemanusiaan 145.600 orang (65%), bidang ekonomi 37.500 orang (17%), pendidikan 23.500 orang (10%), bidang kesehatan 14.800 orang (7%), dan dakwah serta advokasi 4.300 orang (2%).
Oleh karena itu menurut Bob, FGD ini akan menjadi sarana menyampaikan perkembangan penyusunan green zakat framework sesuai dengan standar nasional dan internasional. Dengan demikian salah satu instrumen keuangan syariah ini semakin mampu menjawab tantangan-tantangan pembangunan berkelanjutan dan aksi iklim yang inklusif.
Dalam kesempatan tersebut, Pimpinan BAZNAS Rizaludin Kurniawan mengatakan, Green Zakat Framework bertujuan mendorong perubahan paradigma zakat yang lebih peduli lingkungan. Melalui FGD ini, peran kerangka kerja tersebut menjadi dasar bagaimana ekosistem zakat dapat diintegrasikan dengan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola atau ESG.
“Dengan FGD ini, kerangka kerja green zakat ke depan dapat diterapkan di tingkat subnasional, memastikan keselarasannya dengan ekosistem pembiayaan syariah yang lebih luas dan struktur pengelolaan zakat lokal,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Tim Pembiayaan Pembangunan UNDP Indonesia, Nila Murti mengatakan, inisiatif ini berupaya mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan ke dalam praktik zakat. Dengan demikian dapat lebih memposisikan zakat sebagai instrumen keuangan utama untuk pelestarian lingkungan, ketahanan iklim, dan pengentasan kemiskinan.
“Zakat telah lama dikenal sebagai pilar solidaritas sosial karena menghimpun orang untuk membantu memberikan dukungan penting bagi mereka yang membutuhkan. Zakat memang memiliki misi utama untuk pengentasan kemiskinan. Namun, dengan kerangka kerja ini zakat juga dapat berkontribusi besar terhadap agenda lingkungan, iklim, dan keberlanjutan,” ujarnya.
Melalui kerangka kerja ini, UNDP juga menurutnya ingin memastikan bahwa zakat dapat berkontribusi pada aksi iklim dan ketahanan sosial secara inklusif dan transformatif. Ini menambah nilai kebermanfaatan zakat dan memperluas dampaknya kepada masyarakat.
UNDP menilai, Indonesia menghadapi kesenjangan pembiayaan sebesar USD1,7 triliun untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Indonesia diperkirakan membutuhkan tambahan USD24 miliar setiap tahun untuk target pengurangan emisi. Pasalnya Indonesia merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar keenam di dunia yang berkontribusi signifikan terhadap emisi karbon global.
“Oleh karena itu keuangan syariah menawarkan peluang yang belum dimanfaatkan untuk mendukung transisi negara ini ke ekonomi rendah karbon,” lanjutnya.
Sebagai gambaran, dengan mayoritas penduduk muslim dan industri halal senilai triliunan rupiah, Indonesia memiliki potensi yang signifikan untuk memanfaatkan zakat sebagai alat pembiayaan berkelanjutan dan hijau. Pengumpulan zakat Indonesia telah tumbuh secara signifikan, mencapai sekitar USD1,3 miliar pada 2022 dan sekitar USD2 miliar pada paruh pertama 2023.
Tren peningkatan ini merupakan potensi besar zakat sebagai sumber daya keuangan utama di Indonesia. Di mana potensinya sangat besar untuk berkontribusi pada ketahanan iklim dan program kesejahteraan sosial negara ini. Adapun dalam FGD tersebut mempertemukan para pemangku kepentingan utama dari keuangan syariah.
Termasuk lembaga zakat, bank syariah, regulator, akademisi, dan LSM, untuk memberikan wawasan strategis dan menyempurnakan Framework Green Zakat. Sehingga memastikan penerapan praktisnya di masa mendatang. Mengutip data BAZNAS, potensi zakat di Indonesia mencapai Rp327 triliun per tahun. Angka ini setara dengan 75% anggaran perlindungan sosial dalam APBN Indonesia.
Adapun dalam acara ini hadir pula Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Kementerian Agama, Waryono Abdul Ghofur; perwakilan Bappenas, Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, OJK, KNEKS, MUI, ASBISINDO, World Zakat and Waqf Forum, Islamic Development Bank, CIBEST IPB, dan lembaga-lembaga zakat dan pendukung ekosistem ekonomi dan keuangan syariah lainnya.