PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) menjadi tuan rumah pertemuan bank ritel Asia Pasifik yang tergabung dalam World Saving Bank Institute (WSBI) atau Asosiasi Bank Ritel dan Tabungan Internasional.
Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo menuturkan pertemuan ini sekaligus menindaklanjuti hasil konferensi tingkat tinggi G20 yang juga dilaksanakan di Bali beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan perbankan ritel dalam lingkup WSBI 28th Asia Pacific Regional Meeting ini dilakukan sejumlah agenda diskusi mencakup digitalisasi, inklusi keuangan, keuangan berkelanjutan, perusahaan keuangan berbasis teknologi hingga sistem pembayaran.
“WSBI adalah semacam Non-Profit Organization yang beranggotakan 60 bank tabungan dari seluruh dunia yang bertujuan untuk sharing ideas tentang praktik-praktik perbankan internasional,” kata Haru di Bali, Kamis (15/12/2022).
Dia menuturkan dari diskusi anggota WSBI di Bali yang diselenggarakan selama dua hari itu diharapkan dapat diusulkan sejumlah pembaharuan dalam perbankan. “Agar perbankan khususnya bank tabungan itu lebih resilient dan sustainable ke depan,” katanya.
WSBI sendiri secara rutin menggelar pertemuan setiap tahunnya. Meski demikian, 3 tahun terakhir, pertemuan dihentikan sebagai ekses pandemi Covid-19. “Kami berterima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada BTN untuk dapat berkolaborasi dengan WSBI untuk membahas secara bersama dalam diskusi, bertukar informasi mengenai langkah-langkah dan strategi penguatan,” katanya.
Di BTN sendiri, sejumlah inisiatif mempermudah layanan telah dilahirkan. Termasuk menguatkan digitalisasi dalam layanan bank seperti hadirnya website dan aplikasi BTN Properti for Developer, Smart Residence hingga sejumlah inisiatif strategi.
“Beberapa hal yang kami jalankan adalah dengan memperkuat sentralisasi proses bisnis dan memfokuskan kantor cabang pada penjualan, kami juga memperkuat pencadangan kredit bermasalah untuk memperkuat pondasi Bank BTN dalam menjalankan ekspansi bisnis serta meningkatkan jumlah dana murah yang terbukti berhasil menurunkan cost of fund secara signifikan,” katanya.
Peter Simon, Managing Director WSBI European Saving & Retail Bank menyampaikan perbankan menjadi garis pertahanan utama yang menyokong stabilitas perekonomian. Setelah pandemi, Simon mengungkapkan tantangan perekonomian tetap lebih menantang khususnya di benua Eropa.
“Banyak yang berharap, setelah pandemi berakhir, seolah-olah dalam beberapa bulan semuanya bisa kembali seperti sebelum Januari 2020. Apa yang kita semua lihat agak berbeda. Sekarang jelas bahwa tahun-tahun pandemi meninggalkan sejumlah perubahan permanen bagi kita. Krisis di Ukraina, prospek geopolitik yang lebih rumit, dan meningkatnya inflasi di Eropa dan Amerika Utara mempersulit kami untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut,” katanya.
Simon menyebutkan sejumlah prioritas untuk merealisasikan target ini seperti berinvestasi berbasis alam, proaktif berkolaborasi dengan masyarakat, dematerialisasi model bisnis dan meningkatkan tata kelola dan kolaborasi global yang efektif.
“Saya percaya bahwa ada alasan kuat untuk optimisme di masa depan. Namun Keberlanjutan dan Ketahanan itu hanya akan dapat dilanjutkan dan dicapai jika kita memiliki strategi yang matang,” katanya. .
Rionald Silaban, Direktur Jenderal Kekayaan Negara (Dirjen KN) Kementerian Keuangan yang hadir secara virtual menyampaikan bahwa pandemi dan kondisi geopolitik mempengaruhi perekonomian negara-negara sehingga tantangan semakin besar.
”Meski banyak tantangan tapi tanda-tanda pemulihan ekonomi juga terlihat,” katanya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn