Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor kesehatan memiliki tanggung jawab besar dalam mewujudkan kemandirian dan ketahanan kesehatan nasional. Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan BUMN sektor kesehatan terus memperkuat konsolidasi setelah terbentuk dalam satu holding, seperti holding farmasi oleh Biofarma, Indofarma, dan Kimia Farma.
“Saya sudah targetkan untuk lima tahun ke depan, industri kesehatan BUMN bisa ambil ceruk pasar 15 persen-20 persen,” ujar Erick saat rapat kerja (raker) dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin (13/2/2023).
Erick meyakini targetnya mampu terealisasi. Pasalnya, BUMN-BUMN tersebut memiliki sumber daya yang lengkap dalam sektor kesehatan, baik dari aspek logistik, klinik, obat, hingga vitamin. Erick menyampaikan penguatan BUMN sektor farmasi juga menjadi bentuk kesigapan pemerintah dalam mengantisipasi terjadinya pandemi di masa yang akan datang.
“Kita tidak bisa prediksi datangnya pandemi. Dengan belajar dari covid-19, terbukti saat bisa mengintervensi pasar, baik masker, obat, vaksin, ini bukti nyata ini penting sekali peran industri kesehatan peran mendapat prioritas ke depan,” ucap Erick.
Sebelumnya, Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir mengatakan kinerja holding farmasi tetap bertumbuh pada 2022 meski terjadi penurunan permintaan vaksin Covid-19 dan alat tes diagnostik Covid-19 yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi kunci dalam pertumbuhan perusahaan.
“Meskipun terjadi penurunan penjualan vaksin Covid-19 secara signifikan dari 2021 sampai kuartal III 2022, penjualan produk reguler Bio Farma mampu mencapai Rp 3,4 triliun seperti vaksin dasar pemerintah seperti polio, MR, pentabio, hingga BCG,” ujar Honesti saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, pada akhir bulan lalu.
Pria kelahiran Padang tersebut mengatakan salah satu faktor yang mempengaruhi capaian laba bersih di Biofarma adalah beban pengembangan dan uji klinis produk-produk baru seperti IndoVac yang telah diluncurkan pada awal Oktober 2022 dengan target produksi sebesar 20 juta dosis di tahap awal. Honesti optimistis Bio Farma mampu meraih pendapatan hingga Rp 10,8 triliun pada 2022 yang mana Rp 4,8 triliun berasal dari produk noncovid.
“Ebitda sebelum pandemi pada 2020 itu Rp 628 miliar dan 2022 prognosanya mencapai Rp 915 miliar. Sementara laba rugi juga positif mencapai Rp 905 miliar dan harapannya saat closing nanti bisa lebih baik,” ucap dia.
Honesti menyampaikan aset Bio Farma sepanjang 2022 juga relatif stabil, meski ada sedikit penurunan akibat persoalan depresiasi. Pun dengan tingkat utang yang masih sangat rendah, bahkan mengalami penurunan dari Rp 11,8 triliun pada 2021 menjadi Rp 3,7 triliun pada tahun lalu.
Sumber Republika, edit koranbumn