Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) akan menggunakan modal operasionalnya sebesar 10 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp165,3 triliun mulai Oktober 2025.
Menurut CIO Danantara, Pandu Patria Sjahrir, dari total nilai modal tersebut, 80 persen di antaranya dialokasikan untuk investasi domestik dan sisanya untuk investasi Danantara di luar negeri.
Sementara itu, alokasi dana untuk memperluas portofolio investasi ini mencapai setengah dari modal awal pembentukan sovereign wealt fund (SWF) Indonesia yang sebesar 20 miliar dolar AS untuk memulai 20 proyek strategis nasional.
Adapun, modal awal tersebut dimandatkan untuk pengelolaan aset negara secara profesional dan transparan, sambil mendukung transformasi ekonomi dan memperkuat daya saing Indonesia.
“Bulan ini adalah pertama kalinya kami mengerahkan modal. Dalam tiga bulan pertama saja, kita sudah harus berinvestasi mendekati 10 miliar dolar AS,” kata Pandu kepada Reuters, dikutip Senin (6/10/2025).
Beberapa proyek awal yang akan dibiayai Danantara di antaranya, pembangunan desa haji di Arab Saudi, usaha energi hulu dengan Pertamina, serta pembangunan pabrik pengolahan sampah menjadi energi listrik (waste to energy/WtE) yang akan dimulai pada akhir tahun ini.
Pengembangan proyek WtE ini sejalan dengan rencana Danantara untuk fokus pada proyek-proyek ketahanan energi, ketahanan pangan, energi terbarukan, layanan keuangan, perawatan kesehatan, real estat, hingga infrastruktur digital selama dua tahun ke depan.
Karena itu, dalam proses investasinya Danantara selalu menanamkan prinsip-prinsip ESG. Dus, fokus dan upaya ini diharapkan dapat menarik investasi asing untuk datang ke Indonesia.
Tak hanya itu, upaya-upaya ini juga diharapkan dapat memuluskan Danantara untuk menjadi anggota penuh Forum Dana Kekayaan Internasional Berdaulat atau International Forum of Sovereign Wealth Funds dan secara terpisah dapat meluncurkan dana atau platform baru dalam beberapa bulan mendatang.
“Indonesia tetap menjadi ‘salah satu rahasia terbaik dunia’ bagi investor, dengan alasan pertumbuhan yang kuat, inflasi yang rendah, dan populasi yang muda. Salah satu dari sedikit tempat yang menawarkan tidak hanya imbal hasil yang besar, tetapi juga keamanan yang besar,” tambah Pandu.
Selain memperluas portofolio investasinya di proyek-proyek fisik, Danantara juga berupaya meningkatkan likuiditas di pasar saham Indonesia, di mana rata-rata akumulasi perdagangan saham harian mencapai sekitar 1 miliar dolar AS. Meski begitu, total transaksi harian di pasar saham ini masih jauh tertinggal dari India yang mencapai 10-11 miliar dolar AS.
Lebih lanjut dia menjelaskan, portofolio perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dikelola Danantara sudah menyumbang sekitar sepertiga dari nilai pasar domestik.
“Kami membutuhkan pasar publik yang sangat kuat untuk pasar swasta agar dapat masuk karena pasar publik adalah tempat di mana Anda mendaur ulang modal itu,” tutur Pandu.
Sumber Tirto.id edit koranbumn
















