Direktur Utama Inalum Melati Sarnita mengatakan langkah ini diambil karena perseroan tengah mendiskusikan arah kerja sama lebih lanjut dengan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Indonesia, selaku pemegang saham.
“Memang untuk IPO kami keluarkan dari milestone ini karena memang saat ini kami berdiskusi terlebih dahulu dengan Danantara,” ujar Melati dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Senin (29/9/2025).
Melati menuturkan bahwa sebelumnya rencana IPO sempat masuk ke dalam milestone strategis perusahaan. Namun, peta jalan itu berubah setelah kehadiran Danantara.
Jika mengacu pada peta jalan 2025 – 2029 yang sempat disampaikan dalam RDP dengan Komisi VI pada Maret 2025, Inalum berencana mencatatkan diri di Bursa Efek Indonesia (BEI) lewat penawaran umum saham perdana pada 2026.
“Dulu kami taruh rencana IPO sebelum ada Danantara, Jadi, kami diskusi dengan Danantara dulu dan Danantara akan masuk ke beberapa proyek ini,” ucap Melati.
Menurut Melati, bentuk keterlibatan Danantara masih dalam pembahasan apakah melalui skema investasi langsung, dukungan perbankan, ataupun opsi lain. Kejelasan tersebut akan menentukan arah strategis pendanaan perusahaan ke depan.
Inalum kini sedang melakukan 3 aksi korporasi untuk mengembangkan hilirisasi industri aluminium, antara lain optimalisasi smelter Kuala Tanjung dengan target meningkatkan kapasitas produksi, pembangunan smelter grade alumina refinery yang kedua di Kalimantan Barat, dan rencana pembangunan smelter aluminium baru.
Sementara itu, dalam perkembangan lain, Inalum telah meneken kerja sama dengan perusahaan energi dan komoditas, Vitol terkait dengan offtake proyek smelter 2.
Inalum juga melakukan penguatan kerja sama global strategis dengan Tiberius bersama Panasonic mengenai pengembangan pasar aluminium Indonesia di Jepang.
Vitol adalah sebuah perusahaan perdagangan komoditas dan energi yang didirikan di Rotterdam, Belanda pada tahun 1966 oleh Henk Viëtor dan Jacques Detiger.
Melati menyebut bahwa potensi hilirisasi aluminium di Indonesia masih sangat tinggi dan membutuhkan komitmen dari banyak pemangku kepentingan.
Dengan potensi besar tersebut, Inalum membuka peluang kepada setiap pihak yang ingin berkolaborasi dengan Inalum dalam pengembangan ekosistem komoditas bauksit-alumina-aluminium di Indonesia.
“Bagi Inalum, kerja sama ini bukan semata soal modal. Ada komitmen jangka panjang untuk membangun industri aluminium rendah karbon, mendukung transisi energi bersih, sekaligus membuka lapangan kerja dan pasar baru,” ujar Melati.
Sumber Bisnis, edit koranbumn
















