Holding operasional Danantara Indonesia, PT Danantara Asset Management (Persero) terus menyiapkan opsi strategis guna mengurai persoalan utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.
Berdasarkan catatan Bisnis, proyek Whoosh telah menelan biaya investasi sekitar US$7,2 miliar. Mayoritas atau 75% proyek ini dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB) dengan bunga sebesar 2% per tahun.
Nilai tersebut mengalami pembengkakan biaya atau cost overrun hingga US$1,2 miliar dari target awal biaya proyek yang dipatok sebesar US$6 miliar.
Dalam skema sebelumnya, sebanyak 60% dari pembengkakan biaya atau sekitar US$720 juta akan dibayarkan oleh konsorsium dari Indonesia, sedangkan 40% sisanya atau sekitar US$480 juta ditanggung oleh konsorsium China.
Chief Operating Officer (COO) Danantara Indonesia Dony Oskaria menyampaikan bahwa negosiasi terkait dengan pinjaman masih terus berlangsung, termasuk soal jangka waktu, suku bunga, dan denominasi mata uang.
Menurutnya, keputusan akhir akan dipilih berdasarkan opsi dengan manfaat terbesar dan menjaga operasional PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
“Mengenai penyelesaian keuangan, menurut saya itu kan hanya opsi saja, tetapi yang paling penting kami sampaikan kepada masyarakat bahwa secara operasional, KCIC itu sudah membukukan positif secara operasional,” ujarnya usai rapat di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (23/10/2025).
KCIC selaku pengelola kereta cepat Whoosh, merupakan perusahaan patungan antara China dan konsorsium BUMN Indonesia yang diwakili oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dengan kepemilikan saham 60%. Mayoritas saham PSBI dimiliki oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI.
Sebagai tindak lanjut, Dony menyebut akan berangkat ke China untuk menyelesaikan negosiasi terkait dengan restrukturisasi utang proyek Whoosh.
Meski tidak memerinci kapan pertemuan akan berlangsung, dia menyatakan tim tim negosiator akan mencakup pemerintah dan Danantara. Saat kunjungan, Indonesia akan menyajikan data- sekaligus opsi restrukturisasi utang terbaik.
“Nah nanti negosiasinya tentu pemerintah juga terlibat dalam negosiasi. Tapi yakinlah, percayakan bahwa ini akan menjadi hasil yang terbaik,” ucap Dony.
Dihubungi terpisah, Associate Director BUMN Research Group FEB UI, Toto Pranoto, memandang bahwa restrukturisasi melalui perpanjangan tenor pinjaman bisa menjadi salah satu alternatif dalam penyelesaian Whoosh.
Namun, dia juga menilai bahwa opsi lain yang dapat dijajaki adalah mencari investor strategis baru yang mampu menopang beban konsorsium pelat merah.
“Opsi lain bagi Whoosh adalah mencari investor strategis baru yang dapat mengambil sebagian dari 60% saham PSBI di KCIC, sehingga beban utang pihak Indonesia dapat berkurang,” ucap Toto saat dihubungi Bisnis.
Pemerhati BUMN dan Direktur NEXT Indonesia Center Herry Gunawan menilai bahwa restrukturisasi jangka waktu, suku bunga, dan mata uang pinjaman sangat penting untuk dinegosiasikan ulang oleh antarpihak.
Di samping itu, karena bisnis utama Whoosh adalah layanan penumpang, perusahaan disebut perlu melakukan inovasi operasional. Salah satunya melalui aliansi strategis dengan moda transportasi perkotaan menuju bandara.
“Contoh, satu tiket Whoosh dari Bandung dapat langsung menuju bandara dan sebaliknya, mirip konsep connecting train. Model serupa juga dapat diterapkan untuk mempermudah akses ke stasiun Whoosh dari berbagai wilayah,” ucapnya.
Sumber Bisnis, edit koranbumn














