PT PLN (Persero) akan melakukan penyesuaian kontrak seiring adanya kebijakan pembangkit tenaga listrik yang mendapatkan harga gas bumi spesial paling besar US$6/Million British Thermal Unit (MMBtu).
Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN Djoko Rahardjo mengatakan Peraturan Menteri ESDM No. 10/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri ESDM No. 45/2017 tentang Pemanfaatan Gas Bumi Untuk Pembangkit Tenaga Listrik memberikan harga khusus gas buat kelistrikan PLN.
Dengan adanya harga khusus gas untuk kelistrikan PLN akan dilakukan penyesuaian atas kontrak yang ada.
“PLN punya banyak ada sekitar 60 kontrak dengan para pihak dan ini masih harus duduk dengan para pihak dulu, baru bisa diimplementasikan,” ujarnya
Menurutnya, harga gas ini relatif hanya menurunkan biaya penggunaan gas saja namun tak berdampak signifikan pada biaya produksi PLN karena nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang tertekan.
“Sekarang minyak dunia juga sedang turun. Dari gas iya turun, namun kurs naik, karena harga jual dalam rupiah akan relatif,” tutur Djoko.
Berdasarkan data PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), mengacu pada harga rata-rata gas pembangkit pada tahun lalu pada kisaran US$8,39 per MMbtu, biaya yang dikucurkan PLN untuk konsumsi gas mencapai Rp60,98 triliun. Sementara kebutuhan subsidi senilai Rp54,79 triliun dan biaya kompensasi senilai Rp34,10 triliun.
Apabila harga gas pada asumsi US$6 per MMbtu, maka konsumsi pemakaian gas yang dikeluarkan PLN hanya sebesar Rp47,95 triliun dan kebutuhan subsidi bisa ditekan menjadi Rp51,50 triliun, sedangkan kompensasi turun menjadi Rp23,79 triliun.
Dengan demikian, mengacu pada asumsi tersebut, dengan harga gas US$6 per MMbtu dapat menghemat biaya penggunaan gas PLN senilai Rp13,03 triliun dan memangkas kebutuhan subsidi senilai Rp3,29 triliun, serta menekan kompensasi Rp10,31 triliun.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat menurunnya harga gas untuk kelistrikan dampaknya akan menurunkan biaya produksi listrik.
Saat biaya gas menghabiskan 40 persen total biaya energi primer, padahal produksi listrik kurang dari 20 persen.
“Jadi kalau harga gas US$6/MMBTU, sekitar minimal 20 persen dari keseluruhan biaya gas PLN,” ucapnya.
Kendati demikian, perlu diingat bahwa penetapan harga gas yang lebih rendah bagi PLN itu juga adalah subsidi. Oleh karena itu, apabila tak diatur dan ditetapkan jangka waktunya dapat mempengaruhi pilihan.
“Selain itu, rencana pembangkit listrik di masa depan dan bisa menjadi suboptimal,” tutur Fabby.
Sumber Bisnis, edit koranbumn