Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang kini ada di bawah kepemimpinan Erick Thohir ternyata sudah sulit untuk melakukan pembiayaan melalui utang. Benar kah?
Direktur Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata mengatakan, BUMN saat ini mulai kesulitan untuk mencari sumber pembiayaan yang berasal dari utang. Hal tersebut disampaikan Isa saat menjadi pembicara dalam serap aspirasi Undang-Undang Cipta Kerja mengenai sektor keuangan dan investasi yang ditayangkan virtual.
“Pada saat kita menyerahkan kepda BUMN-BUMN untuk melakukan atau mencari pembiayaan sendiri, kita tahu banyak BUMN yang kemudian sudah mulai terkendala dalam kemampuannya untuk mencari pembiayaan yang bersifat utang,” kata Isa saat menjelaskan kenapa dibentuknya SWF secara virtual, Rabu (2/12/2020).
Sementara, Indonesia saat ini masih membutuhkan pendanaan untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan proyek strategis lain yang mendukung perekonomian. Tantangan lainnya, pembiayaan untuk proyek-proyek tersebut biasanya bersifat jangka panjang.
Sedangkan, kata dia, dana tabungan jangka panjang Indonesia masih belum mencukupi untuk menutupi kebutuhan pembiayaan infrastruktur dan proyek strategis tersebut.
“Di satu sisi kami butuh dana, sedangkan keberadaan dana dalam negeri belum mencukupi, lalu dana dari luar negeri juga datang belum menggembirakan,” ucapnya.
Oleh sebab itu, Lembaga Pengelola Investasi (LPI) dibentuk. Nantinya, LPI akan bertanggung jawab untuk menghimpun dana, mengelola dana, menyelenggarakan investasi, dan mencari mitra investasi baik domestik maupun mitra asing.
Menurut Isa, perlu terobosan untuk membangun satu cara agar mitra investor dari luar negeri nyaman dan siap investasi di Indonesia, baik untuk infrastruktur dan kebutuhan pembangunan lain akan diidentifikasi dengan berjalannya waktu,” katanya.
Tim Pengkaji Pembentukan LPI Kementerian BUMN Arif Budiman mengamini hal tersebut. Menurutnya, kapasitas sejumlah perusahaan pelat merah untuk menarik utang sudah maksimal.
“Seperti Pak Isa sampaikan memang kapasitasnya untuk beberapa teman-teman BUMN istilahnya sudah maksimal. Jadi, diharapkan dengan investasi baru, dana baru, dapat dilakukan investasi baru, baik oleh fund bersama LPI maupun oleh BUMN-nya,” tuturnya.
Dalam bahan paparan yang disampaikan Isa, rasio utang dibandingkan pendapatan kotor dan ekuitas BUMN atau Debt to Equity Ratio (DER) sejumlah BUMN mulai mendekati batas wajar. Untuk diketahui, batas wajar DER sendiri adalah 3 kali hingga 4 kali.
Misalnya, DER perusahaan konstruksi BUMN melebihi dan sebagian lain mendekati batas wajarnya. Meliputi, PT Adhi Karya (Persero) Tbk sebanyak 5,76 kali, PT Waskita Karya (Persero) Tbk 3,42 kali, PT PP Properti Tbk 2,90 kali, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk 2,81 kali, dan PT Wijaya Karya (Persero) 2,70 kali.
Sejumlah perusahaan pelat merah lain yang melebihi dan mendekati batas wajar DER yakni Krakatau Steel (Persero) Tbk sebesar 6,05 kali, PT Garuda Maintenance Facility AeroAsia Tbk sebesar 4,83 kali, PT Timah (Persero) Tbk 2,82 kali, dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk 3,26 kali.
Berdasarkan data Bank Indonesia, utang luar negeri (ULN) BUMN mencapai US$ 58 miliar atau setara Rp 846,8 triliun dengan kurs Rp 14.600 per dollar AS per September 2020.
Pangsa ULN BUMN saat ini mencapai 27,9% dari total ULN seluruh korporasi yang ada di Indonesia. Riset CNBC Indonesia mencatat, meskipun proporsinya berada di bawah 30%, tetapi pertumbuhan ULN BUMN konsisten berada dalam tren naik. Posisi ULN bulan September tumbuh dengan digit ganda dan mencatatkan kenaikan sebesar 17% (yoy).
Namun apabila dibandingkan dengan periode bulan sebelumnya yaitu bulan Agustus ULN BUMN justru mencatatkan penurunan sebesar 0,88% (mom) atau turun US$ 1,84 miliar.
Sektor perusahaan non-lembaga keuangan menjadi penyumbang terbesar ULN BUMN baik dilihat dari segi nominal maupun pertumbuhannya. Kini ULN korporasi pelat merah Tanah Air sudah hampir menyentuh 10% dari total asetnya.
Sementara itu, mengacu data PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo), terdapat beberapa BUMN yang surat utangnya akan jatuh tempo pada November ini.
CNBC Indonesia mencatat, sampai periode November 2020, terdapat 14 surat utang dari 9 BUMN dengan nilai pokok obligasi yang jatuh tempo sebesar Rp 10,16 triliun.
Dari jumlah tersebut beberapa BUMN yang menerbitkan surat utang bervariasi, mulai dari BUMN yang bergerak di sektor properti, perbankan, infrastruktur hingga perusahaan di industri pertahanan.
Misalnya saja, PT PP Properti Tbk (PPRO), menerbitkan MTN IX dan X milik perseroan senilai Rp 213 miliar dan 200 miliar. MTN V Tahun 2017 PT Wika Realty juga jatuh tempo 8 November dengan nilai pokok Rp 250 miliar.
Tidak hanya itu, obligasi PT Pupuk Indonesia senilai Rp 2,60 triliun juga jatuh tempo 9 November. Dua obligasi yang diterbitkan PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) masing-masing Rp 654 miliar dan Rp 4,45 triliun jatuh tempo pada 10 November dan 15 November.
BUMN lainnya, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menerbitkan Obligasi Berkelanjutan III Tahap I Tahun 2019 Seri A dengan nilai pokok Rp 737,85 miliar dan jatuh tempo 17 November.
Sementara itu, terdapat 3 obligasi milik PT Pindad (Persero) yang jatuh tempo dengan nilai pokok sebesar Rp 482 miliar
Sumber CNBC Indonesia, edit koranbumn