Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) diperkirakan masih akan terus naik hingga tahun depan.
Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) Darmawan Junaidi memperkirakan BI masih akan menaikkan bunga acuan karena tersulut kenaikan inflasi.
“Setelah Bank Indonesia beberapa kali menaikkan suku bunga untuk mengendalikan laju inflasi, kami memperkirakan kenaikan ini masih berlanjut mencapai 5,5 persen pada akhir tahun 2022 dan 5,75 persen pada tahun 2023,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (26/10/2022).
Darmawan menjelaskan sampai dengan kuartal II/2022, kondisi ekonomi Indonesia secara keseluruhan masih membaik. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Berdasarkan proyeksi ekonom Bank Mandiri, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2022 akan tumbuh sebesar 6,11 persen secara tahunan meski perekonomian Tanah Air sedang berhadapan dengan kenaikan laju inflasi.
Darmawan menambahkan bahwa sesuai dengan indeks belanja mandiri yang dikembangkan menggunakan data transaksi pelanggan internal, terlihat setelah melewati kuartal II/2022, indeks belanja masyarakat cukup stabil.
Menurutnya, masyarakat cenderung berjaga-jaga atas pengeluarannya karena kenaikan laju inflasi yang diikuti oleh kenaikan suku bunga acuan. Adapun laju inflasi utamanya didorong oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada September 2022.
“Oleh karena itu, kami menyesuaikan kembali proyeksi laju inflasi menjadi 6,27 persen untuk tahun 2022 dan memperkirakan tingkat inflasi akan kembali ke tingkat 3,5 hingga 4 persen pada tahun 2023,” tutur Darmawan.
Secara terpisah, Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menuturkan dari sisi eksternal, tingginya inflasi di Amerika Serikat (AS) tampak lebih persisten dari yang diperkirakan.
The Fed sendiri telah memberikan isyarat bahwa federal funds rate (FFR) akan kembali naik menjadi 4,50 persen pada 2022 dan menjadi 4,75 persen pada 2023.
Menurut Andry, hal tersebut akan memicu aliran modal keluar di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia khususnya di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sehingga memberikan tekanan pada stabilitas nilai tukar rupiah.
Selain itu, emiten bersandi saham BMRI tersebut juga memperkirakan surplus perdagangan cenderung menyusut ke depan di tengah perlambatan ekonomi global, meskipun kinerja ekspor terjaga baik di tengah harga komoditas yang tinggi.
Sumber Bisnis, edit koranbumn