PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) mengungkap sejumlah kebutuhan listrik yang mesti tersedia untuk operasional proyek smelter aluminium baru di Mempawah, Kalimantan Barat dan ekspansi kapasitas smelter eksisting di Kuala Tanjung, Sumatra Utara.
Direktur Utama Inalum Melati Sarnita mengatakan untuk proyek smelter aluminium baru di Mempawah membutuhkan listrik sebanyak 932 megawatt untuk produksi aluminium sebanyak 600.000 ton.
“Harapan kami tentunya kita bisa memiliki instal capacity sekitar 1,2 GW. Proyek ini sendiri diperkirakan harus bisa rampung di tahun 2029. Jadi harapan kita support untuk listrik sendiri bisa tersedia di akhir 2028,” kata Melati dalam RDP Komisi VI DPR RI, Kamis (20/11/2025).
Kebutuhan listrik hingga 1,2 GW dinilai krusial dengan tambahan standby unit untuk memastikan ketersediaan listrik 100% selama satu tahun penuh. Hal ini untuk mengurangi risiko padamnya listrik yang akan berdampak pada proses peleburan.
Smelter baru ini ditargetkan dapat melakukan comissional operation date (COD) pada 2029. Untuk itu, kebutuhan listrik sebesar 1,2 GW harus terpenuhi pada akhir 2028.
“Dalam proses penghitungan capital expenditure kami, pembangkitannya sendiri tidak merupakan capex [capital expenditure] dari Inalum,” terangnya.
Untuk itu, pihaknya berharap bisa membeli listrik dari PLN. Namun, jika PLN tidak dapat memenuhi listrik di wilayah Kalimantan Barat ini maka Inalum akan meminta izin untuk mencari listrik dari Independent Power Producer (IPP).
“Kami minta diizinkan juga bisa mencari listrik kapasitas listrik itu dari IPP yang lain karena kami sangat ingin pembangunan pembangkit itu bisa menjadi captive source untuk smelter kita,” ujarnya.
Tak hanya itu, Melati juga mengungkap proyeksi kebutuhan listrik jangka panjang untuk pengembangan smelter di Kuala Tanjung, Sumatera Utara, seiring rencana perusahaan menambah potline keempat.
Estimasi awal menunjukkan tambahan kebutuhan produksi sekitar 150.000 ton yang akan ditopang oleh potline baru yang ditargetkan mulai beroperasi pada 2029. Pada tahun tersebut, kebutuhan listrik diperkirakan mencapai 209 MW.
“Untuk konfigurasi kebutuhan listrik jangka panjang smelter Inalum di Kuala Tanjung, Sumatera Utara, kami memiliki inisiatif untuk penambahan potline kita yang keempat. Ini tergantung dari besaran listrik yang tersedia di kawasan Sumatera Utara,” jelasnya.
Peningkatan kebutuhan energi terus berlanjut seiring upgrade potline ketiga pada 2030, yang mendorong konsumsi listrik menjadi sekitar 232 MW. Dalam tahap akhir ketika kapasitas produksi mencapai 520.000 ton, kebutuhan listrik meningkat signifikan hingga 406 MW.
“Saat ini kita masih menaruh angka di 150.000 additional itu perkiraan kami, dan new pipeline itu bisa beroperasi di tahun 2029 maka kita memerlukan tambahan listrik di 2029 itu sekitar 209 MW dan di end stage-nya ketika kita mencapai kapasitas produksi di 520.000, maka kebutuhan listrik kita menjadi 406 MW,” jelasnya.
Melati menerangkan bahwa seluruh proyeksi tersebut disusun dengan mempertimbangkan kondisi kelistrikan Sumatera saat ini. Namun, saat ini terdapat keterbatasan konektivitas jaringan antara Sumatera bagian utara dan selatan.
Hal ini membuat asumsi pasokan listrik masih bergantung pada kapasitas yang tersedia dari Aceh dan Sumatera Utara, sehingga rencana ekspansi tetap harus menunggu kepastian kemampuan suplai dari PLN.
Sumber Bisnis, edit koranbumn















