Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) Suryo Eko Hadianto menilai bahwa penghentian pemanfaatan batu bara dalam rangka mengurangi emisi karbon perlu dievaluasi ulang.
Dia mengatakan bahwa pemanfaatan batu bara tidak bisa dihilangkan begitu saja, mengingat saat ini emas hitam itu masih menjadi sumber energi termurah untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Selain itu, dia juga menyampaikan bahwa Indonesia saat ini memiliki cadangan batu bara yang relatif besar.
“Kita masih butuh energi batu bara yang murah untuk me-leverage pembangunan kita atau kesejahteraan masyarakat,” ujar Suryo dalam acara Investor Daily Summit 2021, Rabu (14/7/2021).
Guna memenuhi komitmen Perjanjian Paris, menurutnya, pemerintah dapat merancang konsep manajemen karbon melalui penerapan pajak karbon dan transaksi karbon kredit.
Dia optimistis, penerapan konsep tersebut membuat semua perusahaan penghasil karbon tergerak untuk mengurangi emisinya, dan penurunan emisi karbon di Indonesia juga menjadi terkelola dengan baik.
“Jadi tidak hanya sekedar terapkan carbon tax, harus ada mekanisme transaksi karbon kredit. Nanti diatur, apabila sudah beli karbon kredit maka tax bisa direduksi, tapi tax akan tinggi bila perusahaan tidak melakukan transaksi atau upaya mereduksi karbon,” katanya.
Selain itu, pemanfaatan batu bara juga bisa dikelola dengan teknologi, seperti carbon capture untuk mengurangi emisi. Suryo menambahkan, emisi karbon juga bisa dikelola dengan melakukan pemberdayaan terhadap sumber daya yang ada.
“Kita tetap komitmen terhadap Paris Agreement, tapi bukan berarti membabi buta menghilangkan potensi yang kita punya. Kita bisa manage dengan teknologi maupun pemberdayaan terhadap resource yang kita punya, seperti hutan dan lahan yang luas untuk capture emisi karbon yang ada saat ini,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Dadan Kusdiana mengatakan bahwa isu karbon netral semakin menguat. Pemerintah pun berupaya untuk menuju karbon netral pada 2060, atau lebih cepat dengan bantuan internasional.
Upaya yang dilakukan adalah dengan mengurangi peran batu bara dan menggenjot pengembangan energi baru terbarukan (EBT).
“Pemakaian energi di 2025 targetnya 23 persen dari EBT dengan diikuti peningkatan pemanfaatan gas [22 persen]. Dari sisi batu bara memang angkanya cukup besar, dan di 2035 akan semakin menurun pemanfaatannya. Kemudian kami akan cari cara bagaimana pemanfaatan batu bara ini bisa masuk kategori pemanfaatan energi bersih,” jelasnya
Sumber Bisnis, edit koranbumn