PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI pada tahun ini ditargetkan menjadi perusahaan BUMN. Hal ini seiring dengan adanya kesepakatan para pemilik saham dengan Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan Menteri BUMN Erick Thohir.
Akan tetapi upaya memperkuat BSI diharapkan tidak berhenti sampai di situ. Bank syariah hasil merger Bank Mandiri Syariah, BNI Syariah, dan BRIsyariah ini perlu menambah permodalan agar bisa meningkatkan ekonomi syariah.
“Pasalnya dengan menjadi bank BUMN papan atas, BSI akan mendapatkan kepercayaan masyarakat untuk menghimpun lebih banyak dana pihak ketiga (DPK),” kata Eko, dalam keterangan resmi, Senin (7/3).
Menurut Eko, preferensi masyarakat Indonesia menabung di bank BUMN karena merasa lebih aman di bank besar. Adapun fungsi DPK akan menyokong fungsi intermediasi bank. Dengan likuiditas yang mumpuni, bank akan lebih leluasa menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor potensial.
Senada, pengamat ekonomi syariah Fauziah Rizki Yuniarti menyebut penguatan modal BSI akan mendorong perusahaan memiliki bisnis yang lebih luas. Bank juga akan lebih mudah mendapatkan dana murah.
“Nah dampaknya ke konsumen, karena dana murah banyak dia [BSI] bisa bikin produk pembiayaan lebih murah. Konsumen diuntungkan kalau bank jadi buku IV,” katanya.
Terlebih, potensi bisnis BSI masih sangat luas. Misalnya, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum memiliki rekening bank. Ceruk pasar tersebut sangat besar dan belum dioptimalkan oleh bank-bank yang ada saat ini.
“Dengan begitu, peran sosial bank syariah untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial, meningkatkan inklusi keuangan, mengurangi kemiskinan, bisa segera tercapai, tidak hanya utopia,” katanya.
BSI telah menunjukan performa positif baik dari sisi aset dan kemampuan mencetak laba. Per Desember 2021, laba bersih bank naik 38,42% yoy menjadi Rp3,03 triliun. Capaian ini mampu bersanding dengan 10 besar bank di Indonesia.
Capaian laba tersebut juga tercermin dari rasio keuangan sepanjang tahun lalu. Tingkat pengembalian ekuitas atau return on equity (ROE) BSI meningkat dari 11,18% menjadi 13,71%. Kemudian, return on Asset [ROA] juga mengalami perbaikan dari 1,38% menjadi 1,61%.
Bank syariah terbesar di Indonesia ini juga berhasil meningkatkan efisiensi. Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) BSI turun dari 84,61% menjadi 80,46%.
Pada periode yang sama aset bank naik 10,73% yoy menjadi Rp 265,29 triliun. Hal ini disokong oleh penyaluran pembiayaan yang mencapai Rp171,29 triliun atau naik sekitar 9,32% yoy.
Bila dirinci, pembiayaan konsumer mencapai Rp 82,33 triliun, naik sekitar 19,99% yoy. Disusul pembiayaan gadai emas yang bertumbuh 12,92% yoy. Pada periode yang sama pembiayaan mikro tumbuh 12,77% yoy dan pembiayaan komersial naik 6,86% yoy.
Pada tahun ini ruang gerak BSI untuk menyalurkan pembiayaan masih sangat lebar. Hal ini didukung dengan kualitas pembiayaan atau NPF net perseroan yang sangat baik, atau 0,87%.
Selain itu rasio kewajiban penyediaan modal minimum (CAR) juga cukup tebal atau 22,09%. Pada saat yang sama likuiditas bank terbilang longgar, yakni dengan posisi financing to deposit ratio (FDR) 73,39%.
Sumber Kontan, edit koranbumn